Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (29): Adipati Pajang menjadi sultan

Alkisah Adipati Pajang kini tidak mempunyai pesaing sebagai penguasa di tanah Jawa. Semua lawan-lawannya sudah sirna. Sang Adipati melanjutkan keinginan yang sudah lama terpendam, yakni menjadi raja di tanah Jawa. Untuk itu Sang Adipati bermaksud menghadap Kangjeng Sunan Giri guna mendapat restu. Dengan mengerahkan pasukan Pajang Sang Adipati berangkat ke Giri. Ki Ageng Mataram juga turut serta. Sesampai di Giri para punggawa dari wilayah timur juga sudah lengkap menghadap. Ada penguasa Japan, Wirasaba, Surabaya, Kediri dan Pasuruan. Para pembesar Madura dan wilayah timur tak ketinggalan, seperti Lasem, Tuban, Sidayu dan Pathi.

Adipati Pajang duduk di depan, Ki Ageng Mataram mendampingi di belakangnya. Para pembesar wilayah timur menjadi saksi penobatan Adipati Pajang sebagai sultan oleh Sunan Giri Parapen. Peristiwa ini ditandai dengan sengkalan: rêsi têtiga wisayèng janma[1]. Setelah penobatan jamuan mengalir dari dalam puri untuk para tamu yang hadir.

Sunan Giri Parapen berkata, “Anak cucuku semua, bersyukurlah kepada Allah yang Maha Mulia. Jangan ada yang punya hati buruk. Semua anak cucuku semoga selamat dunia akhirat.”

Para adipati semua menyatakan tunduk dan patuh dan menyatakan rasa terima kasih kepada Kangjeng Sunan Giri yang telah berkenan membimbing mereka. Setelah selesai makan jamuan segera dilorod keluar dan dibawa ke belakang. Semua sudah kebagian makan.

Pada waktu itu Sunan Giri melihat Ki Ageng Mataram yang duduk di belakang Sultan Pajang. Sunan Giri tidak ragu lagi akan penglihatannya kepada Ki Ageng Mataram.

Sunan Giri berkata kepada Sultan Pajang, “Nak Sultan, siapa yang berada di belakangmu yang makan terakhir tadi?”

Sultan Pajang menjawab, “Abdi hamba, petinggi di Mataram. Dia membawahi sejumlah empat ratus orang.”

Sunan Giri berkata, “Panggillah ke depan. Suruh duduk berjajar dengan para adipati.”

Segera Ki Ageng Mataram dipanggil. Ki Ageng menyembah dan segera duduk berjajar dengan para adipati.

Berkata Sunan Giri, “Ketahulah semua para adipati, Ki Gedhe Mataram ini kelak anak cucunya akan menguasai tanah Jawa. Semua orang di Pulau Jawa besok akan tunduk ke Mataram.”

Ki Ageng Mataram setelah mendengar titah Sunan Giri segera bersujud di kakinya, sangat-sangat berterima kasih kepada Sang Guru Agung.

Berkata Sunan Giri, “Kehendak Tuhan tak dapat diubah.”

Ki Ageng Mataram lalu menyerahkan sebuah keris kepada Sunan Giri. Oleh Sunan Giri keris diterima. Para adipati sangat terpesona melihat Ki Ageng Mataram.

Sunan Giri lalu berkehendak membuat telaga. Para adipati membantu menggali. Singkat cerita telaga telah selesai dibuat. Telaga itu diberi nama telaga Patut karena dibuat oleh para adipati. Setelah rangkaian acara selesai para adipati mohon pamit kembali ke tempat masing-masing. Sultan Pajang pun pamit pulang. Ki Ageng Mataram selalu mendampingi sampai ke Pajang. Singkat cerita Sultan Pajang telah sampai di Pajang, Ki Ageng Mataram pun mohon pamit kembali ke Mataram.

Beberapa waktu kemudian Sultan Pajang pada hari pisowanan menuturkan ramalan Kangjeng Sunan Giri bahwa kelak Mataram akan menjadi penguasa tanah Jawa. Para bupati yang hadir kaget.

Putra Sultan Pangeran Banawa berkata, “Kalau begitu ibarat api masih kecil apa sebaiknya tidak kita siram saja. Mumpung Mataram belum kuat sebaiknya kita serang saja. Saya sanggup menumpas Mataram.”

Para punggawa Pajang setuju dengan usulan Pangeran Banawa. Mereka semua bersorak menyambut usulan itu.

Berkata Sultan Pajang, “Anakku Banawa, benar yang kau katakan. Seberapa kekuatan Mataram, pasti bisa kita taklukkan sehari saja. Tetapi kalau Tuhan sudah berkehendak, siapa yang bisa mengubah ketetapanNya? Dan juga aku takut neraka. Sunan Giri sudan melarang siapapun untuk memulai berbuat buruk, karena hanya akan mendapat keburukan.”

Pangeran Banawa luluh hatinya, seperti serigala galak yang diikat. Para mantri Pajang pun tunduk dan patuh kepada titah Sang Sultan.


[1] Senngkalan tahun: 


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/27/babad-tanah-jawi-29-adipati-pajang-menjadi-sultan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...