Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (48): Pangeran Rangsang naik tahta bergelar Prabu Pandhita Cakrakusuma

 Pangeran Jayaraga sudah dibuang dengan hanya membawa satu istri saja. Semua jarahan sudah dihaturkan kepada Sang Raja.

Berkata Sang Raja, “Semua kawula Mataram ingatlah kalian semua, juga para kerabatku, ingatlah pesan mendiang ayahanda raja. Barangsiapa yang punya maksud buruk tidak akan menemui selamat. Sekarang sudah ada buktinya. Kanda Puger dan Dinda Jayaraga tidak patuh pada pesan itu. Sekarang nasibnya sungguh memprihatinkan.”

Para mantri dan kerabat menyembah, semua menyatakan patuh dan takut akan pesan mendiang Sang Raja yang telah wafat.

Berkata Sang Raja, “Wahai Mas Rangga, sekarang engkau pulanglah ke Ponorogo. Tatalah negaramu itu sebaik-baiknya. Juga pimpimlah para mantri dan punggawa di sana.”

Ki Rangga menyembah dan mundur dari balai pisowanan untuk segera berangkat ke Ponorogo melaksanapan perintah Sang Raja.

Alkisah, Pangeran Mangkubumi mempunyai dua putra. Satu putra laki-laki sangat dikasihi oleh Sang Raja dan diangkat sebagai adipati dengan nama Adipati Sokawati. Sang adipati telah mempunyai putra bernama Mas Pethak. Mas Pethak juga sudah diangkat sebagai adipati di Madiun dan kepadanya diserahkan wewenang untuk menegakkan hukum.

Adapun Pangeran Singasari, juga sudah mempunyai putra yang bernama Mas Wujil. Juga sudah diangkat sebaga punggawa dengan  nama Raden Wiramantri. Tanah Ponorogo kemudian diserahkan kepada Raden Wiramantri. Semua kawula Ponorogo tunduk dan patuh. Ada lagi salah seorang kakak Sang Raja yang bernama Pangeran Juminah yang salah satu putranya diangkat sebagai punggawa dengan nama Adipati Balitar.

Adipati Mandaraka mempunyai empat putra, tiga orang laki-laki dan yang bungsu seorang perempuan. Putra tertua bernama Pangeran Manduranagara, adiknya bernama Juru Wirapraba dan satu lagi bernama Juru Kithing. Adapun seorang anak perempuan telah menikah dengan adipati Batang.

Pangeran Manduranagara mempunyai empat putra. Dua putranya telah diangkat sebagai punggawa. Yang tua bernama Pangeran Mandurareja, yang muda bernama Pangeran Upasanta. Keduanya telah diberi kedudukan yang mulia.

Pangeran Pringgalaya mempunyai banyak putra. Putra tertua sudah diangkat sebagai punggawa dan diberi nama Raden Prawirataruna. Putra kedua juga sudah diangkat sebagai punggawa dengan nama Adipati Martasana. Dari banyak saudaranya hanya dua orang itu yang diangkat sebagai punggawa.

Adapun Sang Raja mempunyai lima putra, empat laki-laki dan satu perempuan. Tiga orang putra dari satu ibu, yang tertua bernama Raden Rangsang, kemudan Ni Mas Pandhan dan Raden Mamenang. Dua putra lainnya dari lain ibu, bernama Raden Martapura dan Raden Cakra. Raden Martapura ini mempunyai cacat berkebutuhan khusus.

Singkat cerita, sudah dua belas tahun Sang Raja menduduki tahta Mataram. Sudah sampai janji sebagai makhluk ciptaan Tuhan, Sang Raja menderita sakit yang sangat setelah peristiwa Krapyak. Para istri dan kerabat sudah berada di samping Sang Raja yang sedang sakit parah.

Berkata Sang Raja kepada sang kakek Adipati Mandaraka dan Pangeran Purubaya, “Eyang dan Kanda, aku berpesan sepeninggalku kelak yang sebaiknya menggantikan adalah Mas Rangsang. Akan tetapi aku dulu punya keinginan mengangkat Martapura sebagai raja. Sebaiknya keinginanku itu laksanakanlah, tetapi jangan lama-lama. Setelahnya segeralah diganti oleh Mas Rangsang. Hanya itu pesanku, ingatlah untuk melaksanakan.”

Pangeran Adipati Pringgalaya juga sudah diberi pesan. Setelah itu Sang Raja berkata kepada para putranya.

“Hai anakku semua. Sepeninggalku kalian rukunlah, jangan saling benci. Kalau ada yang punya maksud buruk, takkan menemui selamat. Ingatlah baik-baik.”

Sang Raja tak lama kemudian wafat. Para istri menangis, juga para putra dan seisi istana. Alam seakan ikut berduka, langit bergemuruh oleh suara halilintar. Gunung Merapi pun bergetar.

Jenazah Sang Raja kemudian dimandikan dan dikafani. Setelah dishalatkan lalu diberangkatkan ke pemakaman. Letak makam Sang Raja di sebelah barat masjid Mataram, di bawah makam sang kakek Ki Ageng Pemanahan. Para kaum dan ulama membaca doa. Setelah bersalaman lalu keluar dari tempat pemakaman. Perisitwa wafatnya Sang Raja diperingati dengan sengkalan tahun: sanjata tri bayu tunggal[1].

Setelah pemakaman Sang Raja usai, Pangeran Martapura segera diangkat menggantikan Sang Raja. Hanya sebentar Pangeran Martapura menjadi raja sebagai pemenuhan keinginan Sang Raja dahulu. Raja baru dipersilakan bertahta di hadapan para punggawa Mataram. Adipati Mandaraka lalu berbisik kepada Sang Raja agar menyerahkan tahta kepada sang kakak Pangeran Rangsang. Sang Prabu Martapura lalu lengser dari tahta dan Pangeran Purubaya lalu menduduki tahta Sang Raja.

Pangeran Purubaya berkata kepada segenap yang hadir, “Wahai kawula Mataram, dengarkan sekarang aku yang menjadi raja di Mataram. Barangsiapa ada yang dengki dan berani melawanku, sekarang juga lakukanlah. Dari kalangan putra raja dan kerabat atau siapapun tidak aku sebut, kalau ada yang berani melawanku ayo lakukan sekarang. Bertarunglah denganku, pagi atau petang aku layani.”

Semua punggawa dan kawula Mataram takut, tak ada yang berani melawan Pangeran Purubaya. Setelah suasana tenang Pangeran Pringgalaya memberi isyarat kepada Pangeran Purubaya dengan kedipan mata. Pangeran Purubaya lalu turun dari tahta dan menghampiri Pangeran Rangsang. Pangeran Pringgalaya lalu membawa Pangeran Rangsang ke singgasana dan mendudukkannya. Pangeran Purubaya dan Pangeran Pringgalaya lalu mengapit sang keponakan Pangeran Rangsang. Semua yang hadir heran karena Pangeran Purubaya ternyata mengangkat Pangeran Rangsang menjadi raja Mataram. Semua punggawa dan kawula merasa bersukacita.

Alkisah Adipati Mandaraka dikaruniai usia yang panjang. Ki Mandaraka sempat mendampingi tiga raja. Tak lama setelah Pangeran Rangsang naik tahta Ki Mandaraka wafat dan dimakamkam di Mataram. Kedua putranya, Pangeran Manduranagara dan Juru Wirapraba juga segera menyusul meninggal dunia. Mereka dimakamkan di makam Pagambiran. Adapun putra yang ketiga yakni Ki Juru Kithing dikarunia usia yang panjang.

Kebesaran Pangeran Rangsang ketika menjadi raja sudah melebihi sang ayah. Sang Raja kemudian bergelar Prabu Pandhita Cakra Kusumadiluhung. Sebab bergelar demikian karena semua kusuma atau perwira negeri telah tunduk dan takluk kepadanya. Raja Mataram memerintah tanpa mendapat halangan dan sudah karunia Tuhan namanya masyhur, Sang Prabu Nyakrakusuma.


[1] 1535 AJ


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/07/17/babad-tanah-jawi-48-raja-mataram-mangkat-digantikan-pangeran-martapura-lalu-digantikan-pangeran-rangsang-bergelar-prabu-pandhita-cakrakusuma/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...