Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (55): Madura diserang pasukan dari Mataram

Pada suatu hari pisowanan, Sultan bertahta di hadapan para punggawa dan kerabat Mataram.

Sultan berkata, “Hai Adipati Sujanapura, mendekatlah ke depan. Aku hendak menugaskanmu menyerang negeri yang dulu belum tunduk. Seranglah Madura dengan membawa pasukan Mataram dan pasukan bupati pesisir. Bawalah pasukan dari Demak, Pati, Lasem, Juwana, Kalinyamat, Kudus, Kaliwungu, Kendal, Pakalongan, Batang, Pamalang, Tegal, Brebes, Wirasaba, Sumedhang dan Wiradesa.”

Sang Raja kemudian berkata kepada Tumenggung Singaranu, “Engkau kirimlah utusan untuk memberi tahu kepada semua bupati pesisir tadi. Suruh mereka berkumpul di Badholeng.”

Adipati Sujanapura menyembah dan bersiap menata barisan. Para mantri Panumping dan Numbakanyar sudah bersiap. Pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Sujanapura segera berangkat. Singkat cerita mereka sudah sampai di Bedholeng dan bergabung dengan pasukan dari pesisir. Dari Bedholeng mereka melalui jalur laut naik perahu. Setelah mendarat di Surabaya mereka segera melakukan serangan ringan. Serangan ke Surabaya untuk menahan pasukan Surabaya agar tetap berada di kota mereka dan tak sempat memberi bantuan ke Madura.

Pasukan Mataram kemudian meneruskan pelayaran ke Madura. Pasukan Madura sudah tahu kalau akan diserang Mataram. Mereka bersiap menghadapi pasukan Mataram di pesisir. Ketika pasukan Mataram mendarat orang Madura menyambut dengan berondongan tembakan. Pasukan Madura mendapat tempat yang strategis sehingga leluasa menembak. Pasukan Mataram kerepotan dalam menahan serangan pasukan Madura. Banyak prajurit Mataram terluka. Yang masih kuat memaksa menerjang, tetapi tak sanggup melewati pasukan Madura. Setelah lama berperang mereka mundur ke laut.

Pada malam harinya para pembesar Madura kemudian melakukan perundingan mendadak. Adipati Sampang, Sumenep, Balega dan Pakacangan berunding untuk menentukan langkah.

Adipati Sampang berkata, “Bagaimana pendapat Anda semua? Sudah terbukti mereka tak sanggup melawan kalian semua. Saya ingin pasukan Mataram agar naik dulu ke daratan, setelah semua naik kita desak terus hingga ke pantai. Pasti mereka tak sempat mengambil perahu dan tewas tenggelam. Orang Mataram takkan berani datang lagi.”

Para bupati Madura sepakat dengan usulan Adipati Sampang. Mereka kemudian mengumumkan strategi yang akan dipakai besok ketika pasukan Mataram menyerang lagi. Para perwira Madura disuruh menunggu sampai pasukan Mataram naik semua, tetapi jangan sampai mereka bersiap perang. Ketika sudah mendarat mereka langsung diserang habis-habisan. Pasti pasukan Mataram tumpas habis.

Sementara itu di tengah laut Adipati Sujanapura mengundang para bupati agar berkumpul di kapalnya. Para bupati kemudian menurunkan perahu dayung dan merapat ke kapal Sujanapura. Setelah semua bupati berkumpul Sujanapura bertanya tentang kesungguhan mereka.

Berkata Sujanapura, “Bagaimana pendapat kalian. Kita sudah lama berperang, belum ada titik terang. Prajurit banyak yang tewas. Adapun kehendakku sekarang, para bupati dan mantri turunlah mendahului ke medang perang. Jangan ada yang berniat lari, berjanjilah mati bersama-sama.”

Para bupati sepakat. Mereka semua hendak naik ke daratan di pagi buta sebelum orang Madura bangun. Setelah semua sepakat mereka kembali ke kapal masing-masing dan memberi tahu para prajuritnya.

Setelah datang waktunya pasukan meminggirkan kapal dan naik ke  daratan. Berebut mereka mengambil tempat yang strategis tanpa bersuara. Dengan pelan-pelan mereka menata barisan dan mempersiapkan senjata. Ketika pagi menjelang mereka semua sudah bersiap di pesisir dengan senjata siap ditembakkan. Meriam dan kalantaka sudah mengarah ke pasukan Madura.

Pagi hari pasukan Sampang disuruh memeriksa keadaan musuh. Mereka kaget ketika mendapati pasukan Mataram sudah naik semua dan  siap tempur. Pasukan Madura dengan tergesa-gesa bersiap menghadang. Mereka sedikit kecewa karena terlena. Tak mengira pasukan Mataram naik di pagi-pagi buta.

Pasukan Mataram menerjang sambil menembak. Pasukan Madura karena belum siap terlihat kewalahan menghadapi pasukan Mataram yang ganas menerjang. Banyak prajurit Sampang tewas dan luka-luka terkena tembakan. Empat bupati di Madura, Arisbaya, Balega, Sampang dan Sumenep sepakat akan melakukan pertempuran habis-habisan. Keempatnya lalu menabuh tanda perang dan menerjang pasukan Mataram. Pecah pertempuran dahsyat di pesisir Madura. Sorak-sorai para prajurit bercampur suara ledakan senjata, meriam dan kalantaka. Suaranya bersahutan seolah langit runtuh. Pasukan Mataram mengamuk tak hendak mundur. Pasukan Madura tak kalah tangguh. Seorang prajurit Madura bernama Jagapati berperang laksana macam terkena tulup, mengamuk mencari mati. Jagapati tewas dikeroyok prajurit Mataram.

Lalu menyusul lima prajuri pilihan Jayengkara, Jayengpati, Jayengrana, Suradilaga dan Surengpati. Maju lagi Jayabrata dan Rangga Gobag-Gabig, Demak Sabuk Balungkang, Rangga Obang-Abing, Demang Lata, Demang Cukakakan, Rangga Thona-thani, Bragajagan dan Demang Golang-Galing. Sepak terjang mereka seperti gajah mengamuk. Prajurit Sampang banyak tewas, Adipati Sampang tampil mengecewakan. Setelah terdesak sang Adipati malah lari. Lalu disusul Adipati Sumenep dan Balega. Pasukan Mataram terus mengejar.

Tetapi prajurit Sampang kemudian berbalik menyerang. Mereka mengamuk ke pasukan Mataram yang mengejar. Keadaan berbalik, pasukan Mataram gantian didesak mundur. Pasukan Sampang terus memburu prajurit Mataram sampai ke tenda markas para perwira. Ketika itu Adipati Sujanapura sedang enak-enak bersuka-ria karena merasa telah menang. Mendadak pasukan Madura datang. Adipati Sujanapura ditombak, terkena dada tembus ke belikat. Seketika tewas di tempat. Setelah berhasil membunuh Sujanapura pasukan Madura mundur.

Setelah Adipati Sujanapura gugur pasukan Mataram dicekam rasa takut. Tidak ada yang berani keluar dari benteng mereka. Pertahanan mereka perkuat agar pasukan Madura tak menyerang lagi. Pangeran Silarong bermaksud pulang ke Mataram untuk melapor kepada Sultan. Dengan bergegas Pangeran Silarong berangkat dengan naik kapal. Singkat cerita Pangeran Silarong sudah sampai di kotaraja Mataram. Pangeran segera meminta izin menghadap Sultan. Sultan berkenan menerima Pangeran Silarong.

Berkata Pangeran Silarong, “Hamba menghaturkan hidup-mati. Pasukan Mataram telah dikalahkan orang Madura. Adipati Sujanapura tewas. Sekarang pasukan paduka diliputi ketakutan. Tak ada yang berani maju ke medan perang.”

Sultan tertegun, sesaat kemudian berkata, “Hai Silarong, bagaimana pendapatmu, apakah sebaiknya pasukan disuruh mundur?”

Pangeran silarong berkata, “Mohon maaf paduka. Bila berkenan padukan kirim kakek Juru Kithing ke medan perang di Pamekasan.”

Sang Raja kaget, apakah Kakek Juru Kithing nanti bisa bertahan di tengah medan perang.

Sang Sultan berkata, “Kalau begitu panggilah Kakek Juru. Segeralah bawa serta ke Sampang.”

Pangeran Silarong mohon pamit dan segera berangkat menemui Kyai Juru Kithing. Setelah sampai di hadapan Ki Juru Kithing Pangeran Silarong sungkem dan mencium kaki.

Kakek Juru Kithing menyapa sang cucu, “Selamat engkau cucuku. Ada perlu apa engkau datang?”

Pangeran Silarong berkata pelan, “Mohon maaf eyang, saya diutus cucu paduka Sultan Mataram, memberi tahu eyang bahwa pasukan Mataram hancur ketika menyerang Madura. Tumenggung Sujanapura telah tewas. Saya mohom eyang berkenan pergi ke Sampang untuk menata pasukan Mataram. Bila pasukan Mataram selamat supaya mereka mampu berperang kembali.”

Kyai Juru berkata, “Sudah lupa aku bagaimana cara berperang. Tidak bisa berjalan seperti dulu lagi.”

Pangeran Adipati Silarong berkata pelan, “Kalu begitu Anda bisa naik tandu yang nyaman.”

Kyai Juru Kithing berangkat bersama Pangeran Adipati Silarong menghadap Sultan. Singkat cerita Sultan memutuskan untuk mengirim eyang Juru ke medan perang. Kyai Juru Kithing telah sampai di Madura dan bertemu dengan pasukan Mataram. Setelah Kyai Juru datang para mantri kembali menata barisan. Para prajurit yang gugur telah digantikan kedudukannya oleh anaknya. Kalau tak ada anak yang menyertainya digantikan oleh saudaranya. Kalau tak ada saudara digantikan para lurah atau kepala desa masing-masing.

Pagi hari Kyai Juru menanak nasi dalam sebuah periuk. Setelah nasi matang segera dibagi rata kepada para prajurit tanpa ada yang terlewat. Setelah makan nasi pemberian Ki Juru para prajurit bangkit lagi keberaniannya. Setelah itu para prajurit disuruh menunduk ke tanah dan tengadah ke langit, lalu setelahnya diajukan ke medang perang.

Sementara itu pasukan Madura setelah melihat pasukan Mataram menjadi ketakutan dan tak mau berperang. Madura dengan mudah ditaklukkan. Tombak-tombak prajurit Madura sudah diikat. Mereka menyatakan menyerah dan tunduk. Satu persatu kabupaten di Madura takluk, Arisbaya, Balega dan Pakacangan. Sampang menyatakan menyerah sehingga tak sempat dijarah. Adipati Arisbaya lari dan mengungsi ke Giripura. Adapun bupati Sumenep sudah ditangkap dibawa pergi lalu ditikam hingga tewas. Adipati Balega dibawa ke Mataram dan oleh Sultan Agung diperintahkan untuk dibunuh. Ketika itu sang adipati dibunuh di Jurang Jero dan makamnya menjadi makam keramat.

Adipati Sampang menyerah dengan membawa seribu orang menghadap ke Mataram. Peristiwa takluknya Madura ditandai dengan sengkalan tahun: obah kapati kang jagat[1]. Sesampai di Mataram rombongan Adipati Sampang menjadi tontonan orang Mataram. Mereka segera masuk ke kotaraja untuk menghadap Sang Sultan.

Di istana Sultan sudah menunggu kedatangan para prajurit yang baru saja menang perang. Adipati Pati juga sudah menghadap ke Mataram.

Berkata Sang Sultan, “Adipati Sampang, engkau aku angkat sebagai anak.”

Adipati Sampang menyembah sambil tertunduk karena sangat takutnya. Adipati Pati dan Adipati Sampang sudah diberi hadiah busana, harta dan emas. Semua prajurit Mataram yang baru saja pulang perang sudah diberi hadiah semuanya secara merata. Tampak Sang Raja sangat mengasihi Adipati Sampang. Setelah pertemuan hari itu bubar, Sultan beranjak masuk ke puri.


[1] 1546 AJ 


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/07/23/babad-tanah-jawi-55-madura-diserang-pasukan-dari-mataram/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...