Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (60): Pangeran Silarong diperintahkan menaklukkan Balambangan

 Lama berselang dari peristiwa penyerangan ke Jakarta. Pada suatu hari pisowanan Sultan di Mataram bertahta di hadapan para punggawa, mantri dan para kerabat.

Sultan berkata kepada sang adik Pangeran Adipati Silarong, “Dinda engkau pergilah memimpin prajurit Mataram ke Blambangan. Taklukkan Blambangan bersama Pangeran Pringgalaya. Bawalah adikmu itu memimpin pasukan Mataram. Kalau ada yang membangkang bunuhlah, buatlah menjadi tontonan. Dan aku menyertakan seroang gandek, namanya Padureksa, anak dari Pangeran Pringgalaya. Dia merupakan wakil diriku, hormatilah dia sebagaimana menghormatiku. Dia aku berikan wewenang untuk melaporkan kesalahan prajurit Mataram. Cepatlah segera bersiap. Dan kalau engkau menang perang di Blambangan, bawalah semua boyongan jangan ada yang ketinggalan. Pada hari Senin, Dinda, engkau berangkatlah.”

Sang adik menyembah dan menyatakan kesangguhpan. Sultan beranjak masuk ke puri diiringi para selir, bedaya dan pelayan. Para punggawa yang menghadap sudah membubarkan diri. Pangeran Silarong keluar dari istana dan menyiapkan pasukan. Para bupati mancanengara diperintahkan menyumbang prajurit untuk dibawa menyerang Blambangan.

Pada hari yang ditentukan para punggawa yang ditunjuk sudah berkumpul.  Pangeran Adipati Silarong datang bersama sang adik yang bernama Pangeran Adipati Pringgalaya. Para mantri dan prajurit lalu berkumpul di alun-alun. Sebelum berangkat Sang Raja menyampaikan pesan-pesan.

Berkata Sang Raja, “Bubarkan barisan dan segera berangkat. Ingat pesanku, berhati-hatilah.”

 Sang adik menyembah lalu segera membubarkan barisan. Pasukan sudah berangakat dengan  berbondong-bondong. Singkat cerita perjalanan pasukan Mataram sudah sampai di Kediri. Di sana mereka menunggu pasukan mancanegara yang hendak bergabung dari Jagaraga, Kaduwang, Kamagetan, Madiun, Ponorogo, Caruban, Kartasana, Kalangbret, Rawa, Sarengat, Balitar, Grobogan, Blora, Jipang dan Sela. Juga ditunggu kedatangannya pasukan dari pesisir, Lasem, Pati, Sidayu, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya dan Madura. Mereka masih menunggu pasukan dari Japan, Wirasaba dan Malang yang sudah berjanji akan berkumpul di Pasuruan. Setelah beberapa hari beristirahat pasukan Mataram berangkat menuju Pasuruan.

Sesampai di Pasuruan pasukan dari mancanegara dan pesisir sudah berdatangan. Pasukan gabungan Mataram kemudian bergerak menuju Blambangan. Ketika sampai di perbatasan mereka berhenti untuk menata barisan.

Berita kedatangan pasukan Mataram ke Blambangan sudah didengar sampai ke Pulau Bali. Di Blambangan terjadi kehebohan. Mereka kemudian meminta bantuan pasukan dari Bali. Segera sepasukan pilihan dari Bali dikirim untuk membantu Blambangan. Dua panglima Bali memimpin pasukan bantuan. Seorang bernama Dewajalengkara dan satunya lagi bernama Dewagung. Mereka berdua sama-sama perkasa, perawatakannya tinggi besar. Mereka memimpin pasukan Bali dari kesatuan Panji Baleleng dan Panji Macan Kuning. Dua kesatuan prajurit tangguh dari Bali.

Ki Adipati Blambangan mempunyai dua putra bernama Ki Mas Kembar. Keduanya disuruh untuk berjaga di pura. Ki Adipati bersama pasukan dari Bali berangkat menghadang musuh. Di perbatasan Blambangan kedua pasukan sudah berhadap-hadapan.

Pasukan Mataram di bawah pimpinan Pangeran Adipati Silarong menempatkan prajurit Numbakanyar dari Bagelen sebagai pasukan dada. Yang menjadi sayap kiri prajurit Bumija dipimpin Pangeran Pringgalaya. Sayap kanan ditempati pasukan dari mancanegara.

Pasukan Blambangan sudah menyerang, kedua pasukan segera terlibat pertempuran sengit. Pasukan Mataram menerjang dengan tembakan. Prajurit Bali banyak yang tewas, tetapi mereka terus menerjang laksana ombak menerjang karang. Senjata lembing, tulup, paser terlempar seperti hujan jatuh dari langit. Pasukan Mataram bersiaga menahan amukan orang Bali yang seperti banteng terluka.

Raden Padureksa turun ke medan perang. Adipati Pringgalaya menyusul. Pasukan Mataram gantian mengamuk. Bende terus ditabuh memberi tanda agar prajurit terus merangsek maju. Korban tewas telah berjatuhan di kedua pasukan. Prajurit Mataram banyak yang tewas terkena tulup beracun. Prajurit Bali juga banyak yang tewas terkena tembakan.

Prajurit Bali mengamuk seperti Iblis, prajurit Bagelen mengamuk seperti syetan. Senjata yang dipakai sudah tidak karuan. Banyak tombak patah, sisa patahan pun dipakai untuk menusuk lawan. Apa saja dipakai senjata asal bisa melukai lawan. Menjelang sore pasukan Blambangan tampak terdesak. Tetapi mereka beruntung diselamatkan datangnya malam.

Pada malam hari Pangeran Silarong melihat prajuritnya banyak yang tewas oleh bisa beracun. Pangeran lalu turun dan menendang mayat-mayat para prajurit. Seketika mereka bangkit hidup lagi.

Lain cerita, dahulu di Mataram, salah seorang putra Pangeran Pringgalaya berperilaku kurang terpuji. Sering melakukan tindak durjana. Namanya Raden Wangsakartika. Dia sering berbuat zina dan membunuh orang. Para prajurit sangat takut kepadanya. Karena perbuatannya itu dia diasingkan ke Pasuruan hingga sekarang.

Raden Wangsakartika mendengar kalau pasukan Mataram datang menyerang Blambangan. Sang ayah dan dua adiknya ikut serta. Pada malam hari Wangsakartika menemui sang adik Raden Padureksa. Raden Padureksa kaget melihat kedatangan sang kakak.

Setelah sungkem Raden Padureksa berkata, “Tidak mengira bertemu kakak di sini.”

Sang kakak menjawab, “Aku ingin bertanya kabar pasukan Mataram.”

Sang adik menjawab, “Pasukan Mataram terdesak, banyak yang telah tewas.”

Wangsakartika berkata, “Kalau begitu Dinda, aku ingin ikut berperang. Syukur kalau bisa mati di medan perang. Aku malu melihat pasukan Mataram kalah. Lebih baik aku mati saja dalam perang. Aku akan mengamuk malam nanti di benteng mereka. Sedangkan kau sendiri aku beri jatah di siang hari.”

Sudah sepakat dua bersaudara itu. Raden Wangsakarta segera pamit untuk melaksanakan rencana mereka.

Raden Padureksa berkata, “Saya tidak ikut Kanda?”

Wangsakartika berkata, “Lhah, jangan. Ini bukan pekerjaanmu.”

Raden Wangsakartika berangkat ke benteng musuh. Tembok benteng dilompati dan mengamuk di dalam benteng. Malam itu para prajurit di dalam benteng kebingunan karena musuh tak terlihat. Banyak yang menyerang sesama teman. Prajurit Bali banyak yang tewas dan juga prajurit Blambangan. Menjelang pagi Wangsakartika keluar dari benteng. Sementara yang di dalam masih ribut mencari musuh yang masuk.

Pagi harinya giliran pasukan Mataram yang menyerang benteng. Kedua kubu saling tembak. Raden Padureksa mengamuk di tengah medan perang. Tombaknya menusuk ke kiri-kanan. Banyak prajurit tewas dari kedua pihak. Mayat-mayat bertumpukan di medan perang. Raden Padureksa mengamuk sepeti raksasa lapar. Ditombak oleh prajurit Blambangan tak dirasa. Ibarat seperti gerabah ditusuk daun padi. Pasukan Blambangan terdesak. Padureksa terus mengamuk seperti banteng terluka. Sekujur tubuhnya basah oleh darah musuh yang dibunuhnya. Malam menjelang, perang berhenti.

Malam harinya markas pasukan Blambangan kembali disatroni Wangsakartika. Sungguh tak beruntung pasukan Blambangan. Siang berperang melawan Padureksa, malam diganggu Wangsakartika. Banyak prajurit Blambangan yang ketakutan dan meloloskan diri dari pasukan. Banyak perwira prajurit Bali yang telah tewas, termasuk dua panglimanya. Sisa prajurit melarikan diri kembali ke Bali. Siang harinya pasukan Mataram melihat pasukan Blambangan sudah habis, lalu memukul tanda berangkat untuk menjarah kota.

Di kota Blambangan, putra Adipati Blambangan Ki Mas Kembar sudah ditangkap. Isi pura dijarah dan para wanitanya diboyong. Sisa-sisa pasukan Blambangan mengungsi ke gunung tempat seorang pertapa yang bernama Ajar Salokantara. Prajurit Mataram yang mengejar para pengungsi dilawan oleh Ki Ajar. Banyak prajurit Mataram tewas tak berdaya.

Pangeran Silarong memerintahkan agar padepokan Ki Ajar Salokantara diserang dengan pasukan penuh. Pasukan Mataram segera dikerahkan. Karena memang bukan tempat prajurit tak berapa lama padepokan Ki Ajar telah berhasil dihancurkan. Ki Ajar ditangkap dan dibawa menghadap Pangeran Silarong.

Di hadapan para punggawa Mataram Ki Ajar tak mau duduk. Pangeran Adipati Pringgalaya naik darah melihat kelakuan Ki Ajar. Ki Ajar dipegang dan didudukkan dengan paksa.

Pangeran Silarong berkata, “Engkau ini seorang pertapa, mengapa ikut campur melindungi musuhku. Aku bunuh engkau nanti.”

Ki Ajar menjawab, “Aku tidak takut. Sebagai orang yang punya rumah dan kedatangan tamu, tentu aku wajib melindungi tamuku. Kalaupun aku harus mati karena itu, maka sudah kehendak Tuhan. Tetapi aku kelak akan menuntut balas. Jika ada rajamu yang cacat bahu kirinya, tunggulah, saat itu aku membalas.”

Pangeran Silarong berkata, “Engkau cerewet sekali.”

Ki Ajar seketika itu dibunuh oleh Pangeran Silarong. Tetapi keanehan segera terjadi. Mayat Ki Ajar hilang tak terlihat. Para prajurit Mataram sangat heran. Pangeran Silarong memerintahkan agar pasukan bubar. Para penghuni pura Blambangan, laki-laki dan perempuan, semua diboyong sebagai tawanan perang. Ki Mas Kembar sudah dibawa ke Mataram.

Singkat cerita perjalanan pasukan Mataram sudah sampai di kotaraja. Pasukan menghadap Sultan di Pagelaran untuk melapor. Pangeran Silarong menuturkan segala yang terjadi di medan perang.

Sultan berkata kepada patih, “Mas Kembar lepaskanlah. Kasihan masih kecil sudah ikut menderita. Pulangkan ke Blambangan untuk melindungi para kawula yang masih tersisa. Sebagai jaminan aku jatuhkan kutukan, kalau melawanku tidak akan menemui kebaikan.”

Mas Kembar sudah dipulangkan ke Blambangan. Pertemuan hari itu bubar. Para punggawa undur diri. Sultan beranjak dari singgasananya. Ketika sampai di bangsal Sri Manganti, Sultan memanggil gandek Saradula yang ditugaskan mengikuti pasukan Mataram. Gandek ditanyai segala yang terjadi dalam perang.

Gandek Saradula berkata, “Ki Padureksa sepak terjangnya mengagumkan. Ketika pasukan mulai terdesak, Padureksa turun ke medan perang dan mengamuk seperti harimau lapar. Ada lagi saudaranya yang bernama Wangsakartika, membantunya merusak pasukan Blambangan di malam hari. Dia adalah putra Pangeran Pringgalaya yang dulu paduka hukum buang ke Pasuruan. Dialah yang menyerang markas Blambangan di waktu malam.”

Saradula sudah melaporkan semua yang terjadi, Sultan masuk ke dalam pura.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/07/28/babad-tanah-jawi-60-pangeran-silarong-diperintahkan-menaklukkan-balambangan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...