Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (68): Trunajaya pulang ke Sampang bersiap menaklukkan Mataram

 Selama pemerintahan Sang Prabu Amangkurat terjadi perubahan praktik kenegaraan yang menyimpang dari pada zaman dahulu. Sang Raja banyak melakukan siksa dan aniaya kepada para tumenggung dan para mantri serta para kerabat. Hati orang Mataram menjadi ciut dan merasa kurang nyaman dalam mengabdi kepada Sang Raja. Fenomena alam sering terjadi seolah merespon kezaliman Sang Raja. Gerhana bulan dan gerhana matahari, lintang kemukus sering terlihat, hujan salah musim dan petir sering menyambar-nyambar. Martabat negara jatuh, kehidupan masyarakat retak dan keguyub-rukunan semakin pudar.

Alkisah, Pangeran Adipati Anom sejak wafatnya sang eyang Pangeran Surabaya hatinya selalu bersedih. Pangeran menyesali karena dosa sedikit sang kakek hukumannya begitu kejam, dibunuh beserta anak cucunya. Sejak peristiwa itu para bupati dan kerabat kerajaan tidak pernah merasa aman. Para bupati dan kerabat mengharap segera ada pergantian raja sehingga suasana kembali tenang dan damai. Pengganti yang diharapkan tidak lain adalah putra mahkota Pangeran Adipati. Akan tetapi Pangeran Adipati sendiri merasa serba salah. Bagaimana caranya dia hendak melengserkan kedudukan sang ayah?

Salah satu cara yang aman dan tidak menimbulkan kesan tidak elok adalah memakai sarana orang lain. Sang pangeran berpikir siapa tokoh yang sekiranya mampu dipakai sebagai alat untuk melengserkan kedudukan sang ayah. Setelah beberapa lama menimbang Pangeran Adipati menemukan sosok yang tepat, Panembahan Rama di Kajoran.

Panembahan Rama di Kajoran atau sering juga disebut Pangeran Kajoran merupakan ahli bertapa yang sakti dan kuat yang menurut perkiraan Pangeran Adipati mampu untuk menaklukkan Mataram. Pangeran Adipati Anom lalu memanggil tiga lurahnya yang bernama Pranantaka, Sendhi dan Andakara. Ketiganya segera datang menghadap.

Berkata Pangeran Adipati, “Mendekatlah ke sini. Aku utus kalian bertiga. Haturkan suratku kepada eyang Kajoran segera. Pesanku agar eyang datang ke sini. Ada hal yang ingin aku katakan kepada eyang.”

Ketiga lurah undur diri dan segera berangkat secara rahasia ke Kajoran. Sesampai di Kajoran Pranantaka menyampaikan bahwa mereka diutus untuk menyerahkan surat dari Pangeran Adipati Anom Mataram. Panembahan Rama turun mememui mereka.

Andakara berkata, “Kedatangan saya diutus cucu Tuan Kangjeng Pangeran Adipati Mataram untuk mengantarkan surat.”

Pangeran Kajoran segera menerima dan membaca surat dengan seksama. Isi suratnya: “Surat dari Pangeran Adipati, untuk eyang di Kajoran yang sangat berbudi utama. Eyang saya minta datang ke Mataram untuk membuat terang hati saya. Hanya eyang yang bisa memberi pencerahan kepada saya. Hanya eyang yang bisa saya mintai tolong.”

Panembahan Rama setelah membaca surat menjadi bertanya-tanya apa kehendak Pangeran Adipati. Dari isi surat masih sangat samar dan tidak bisa disimpulkan. Singkat cerita Panembahan menenuhi undangan sang cucu, segera berangkat ke Mataram.

Pranantaka memberi tahu kepada Pangeran Adipati bahwa Panembahan sudah datang. Pangeran segera memerintahkan kepada Pranantaka untuk mempersilakan Panembahan menghadap. Setelah Panembahan duduk nyaman semua abdi disuruh keluar, kecuali ketiga lurah yang diutus.

Pangeran berkata pelan, “Eyang, Anda saya minta datang ke Mataram karena di Mataram para punggawa merasa tidak nyaman hatinya. Sekarang Sang Raja di Mataram sudah menyimpang dari para raja terdahulu. Eyang, saya minta pertimbangan. Para bupati dan kerabat hendak mengangkat saya menjadi raja menggantikan ayahanda, tetapi saya merasa serba salah. Ayah masih berdiri sebagai raja bagaimana nanti kata orang kalau sampai saya melawan. Bagaimana nanti nama saya tidak hancur kalau berebut kedudukan. Saya merasa malu. Maka bagaimana kalau eyang saya pakai sebagai sarana untuk merebut Mataram. Saya nanti yang akan membiayai keperluan eyang berupa senjata dan biaya perang. Terserah eyang mau bagaimana caranya, saya percaya kalau eyang mau melawan para bupati dan kerabat Mataram pasti akan mengikuti eyang.”

Pangeran Kajoran berkata pelan, “Tuan, kalau boleh disabarkan dahulu keinginan Anda ini. Negeri Mataram ini milik Anda juga. Kalau ayah paduka sudah wafat sudah pasti takhta menjadi milik Anda. Sabarkan dulu Tuan, jangan nggege mangsa.”

Berkata Pangeran Adipati, “Benar saran Anda eyang, tapi bukan itu yang saya kehendaki sekarang. Eyang mau atau tidak saya pakai sebagai tabir dari pengangkatan saya sebagai raja?”

Pangeran Kajoran kerepotan menjawab. Pangeran Adipati terus mendesak. Pangeran lalu ingat punya menantu seorang perwira yang tangguh bernama Raden Trunajaya. Sang menantu adalah putra dari Demang Malaya atau Pangeran Madura yang dulu tewas oleh Pangeran Alit ketika perang Danupayan. Setelah Pangeran Madura tewas karena Trunajaya masih kecil kedudukannya sebagai adipati di Madura digantikan sang paman Cakraningrat. Tetapi orang-orang Madura masih mengharap yang memimpin mereka adalah anak Demang Malaya. Semula Trunajaya pun ikut sang paman di Madura. Setelah dewasa dituduh hendak mengganggu putra sang adipati. Trunajaya hendak dibunuh. Trunajaya berhasil lari karena masih mempunyai banyak simpatisan. Adipati Cakraningrat terus mengejar dan berusaha menghalangi ke manapun Trunajaya lari. Ketika hendak mengabdi ke Mataram pun Cakraningrat terus menghalangi, maka tak satupun yang mau menerima Trunajaya. Trunajaya terlunta-lunta hidupnya, sampai akhirnya diambil menantu oleh Panembahan Rama di Kajoran. Panembahan berkenan menerima karena sudah mengetahui bahwa Trunajaya kelak punya peran besar menentukan sejarah negeri Mataram. Maka Trunajaya sangat dimanjakan oleh Panembahan.

Pangeran Kajoran berkata pelan, “Kalau begitu kehendak Anda, Tuan, saya tunjuk menantu saya si Trunajaya saja yang melaksanakan. Dia adalah putra Demang Malaya yang tewas oleh Pangeran Alit ketika terjadi perlawanan di alun-alun dulu. Dia saja yang menjadi sarana untuk mengangkat paduka sebagai raja. Saya pun sudah mendapat firasat kalau negeri Mataram sudah tua. Sudah kehendak Tuhan negeri ini saatnya berganti. Sekarang ini tinggal menunggu orang yang mau memulai. Akan tetapi saya tidak mau mendapat kesan buruk dari ayah Tuan Sang Raja. Maka saya suruh menantu saya mewakili melaksanakan permintaan Anda.”

Pangeran Adipati berkata, “Saya ingin melihat menantu eyang yang bernama Trunajaya itu. Segeralah eyang panggil.”

Trunajaya segera dipanggil menghadap. Pangeran Adipati suka melihat penampilan Trunajaya yang sangat mengesankan.

Pangeran Kajoran berkata, “Sebab engkau dipanggil tuanmu, karena engkau anakku, akan diminta sebagai sarana agar kehendak Pangeran Adipati tercapai. Engkau akan dipakai sebagai tabir untuk menurunkan Sang Raja dari tahtanya. Engkau akan dipakai sebagai anak wayang dari dalang yang sebenarnya adalah Pangeran Adipati.”

Trunajaya sudah menduga maksud dari Panembahan Rama. Tanpa ragu karena sang panembahan sudah menyetujui, Trunajaya menyatakan sanggup. Walau sampai harus mati membela tugas yang diberikan oleh tuan, sudah ikhlas dalam hati untuk melaksanakannya. Pangeran Adipati suka mendengar kesanggupan Trunajaya.

Pangeran Adipati berkata, “Trunajaya, engkau kembalilah ke Sampang. Dari sana engkau mulailah menghimpun kekuatan. Ajaklah orang Sampang untuk memulai perlawanan. Engkau rebutlah dulu kadipaten Sampang dan berdirilah di Madura. Jangan mau menghadap ke Mataram, lalu mulailah menaklukkan pesisir. Semua biaya aku yang menanggung.”

Trunajaya menyembah dan meminta doa restu. Singkat cerita Pangeran Kajoran sudah pulang ke rumahnya bersama Trunajaya untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

Pangeran Kajoran berpesan kepada Trunajaya agar memulai perlawanan dari Surabaya. Kelak kalau sudah waktunya Panembahan akan menyusul. Sudah kehendak Tuhan Mataram yang sudah tua akan berganti kerajaan. Maka aku menyetujui kehendak Pangeran Adipati. Kalau engkau mau memulai pasti takluk Mataram. Demikian Panembahan Rama berpesan kepada sang menantu.

Raden Trunajaya segera pulang ke Sampang beserta anak istrinya. Trunajaya menuju kediaman sang paman Adipati Cakraningrat. Sang paman sendiri sedang berada di Mataram. Tidak ada yang berani menghalangi karena dia adalah tuan mereka yang lama. Bahkan banyak orang menyambut kedatangannya. Sudah lama orang Madura mengharap kedatangan Raden Trunajaya untuk memimpin Madura. Tidak berapa lama semua orang Madura sudah tunduk. Trunajaya menyatakan mandiri tidak mau menghadap ke Mataram. Bahkan sudah bersiap menyerang ke Mataram.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/05/babad-tanah-jawi-68-trunajaya-pulang-ke-sampang-bersiap-menaklukkan-mataram/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...