Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (74): Pangeran Puger menjadi raja, bergelar Senapati Ing Ngalaga

 Setelah Sang Raja mangkat dan dikebumikan di Tegalarum, tiga putra yang ditugaskan merebut Mataram sudah sepakat untuk mandiri di Pagelen, tepatnya di Jenar. Para penduduk sekitar sudah tunduk dan patuh dibawah mantri Gajah Pramana dari Mataram. Awal mula mereka memilih Jenar sebagai titik perlawanan adalah sebabai berikut.

Pada suatu malam Pangeran Puger bermimpi bertemu dengan sang ayah yang sudah wafat. Dalam mimpi itu Sang Raja berkata, “Hai kembalilah engkau, rebutlah Mataram. Sekarang sudah saatnya anakku. Engkau mulailah dari kota Jenar.”

Pangeran kaget lalu menanyakan kepada para saudara dan para punggawa perihal perintah untuk menjadi raja dan berkedudukan di kota Jenar. Semua para punggawa setuju, demikian juga para pertapa yang dimintai pertimbangan. Segera Pangeran Puger mendeklarasikan diri sebagai raja dengan gelar Senapati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama dan berkedudukan di Jenar. Kotanya disebut dengan nama Puraganda.

Sang Raja Sinuhun Ing Ngalaga sudah mempunyai banyak punggawa. Raden Wirataruna, Raden Rangga dan Tumenggung Gajah Pramana, serta ketiga adik Pangeran Singasari, Pangeran Martasana dan Raden Tapa. Orang Bagelen sudah tunduk dan patuh. Gajah yang dulu dipakai Sang Raja Amangkurat dan ditinggalkan di jalan telah diambil.

Sementara itu pasukan Madura di bawah pimpinan Dhandhang Wacana yang mengejar Sang Raja berhenti di Jagabaya. Pasukan Sinuhun Ing Ngalaga atau selanjutnya disebut pasukan Kalagan berencana menghadang gerak pasukan Dhandhang Wacana. Kedua kubu bertemu di Waja dan pecahlah pertempuran dahsyat antara kedua pasukan. Dhandhang Wacana kebal tombak dan keris. Berhari-hari kedua pasukan masih bertempur. Para mantri Mataram turun ke medan perang bersama Sinuhun Ing Ngalaga. Setelah beberapa hari pertempuran pasukan Madura-Makasar terdesak. Mereka kemudian mundur ke timur. Pasukan Kalagan terus mendesak dan berhasil menyeberang sungai di Jagabaya. Pasukan Madura-Makasar hendak mengungsi ke kotaraja Mataram.

Di Kotaraja Mataram, Ki Mangkuyuda sudah berhasil menguasai kota sepenuhnya. Ki Mangkuyuda juga berhasil menangkap Adipati Cakraningrat Madura. Ki Adipati lalu diboyong ke timur dan diserahkan kepada Raden Trunajaya. Oleh Raden Trunajaya Pangeran Cakraningrat dipenjara di Lodaya beserta anak istrinya.

Kembali ke pasukan Dhandhang Wacana yang lari ke kotaraja. Sinuhun Ing Ngalaga terus memburu musuhnya tersebut. Di sepanjang perjalanan banyak bergabung para mantan prajurit Mataram yang dulu lari. Mereka mendengar tuannya ke Mataram, lalu bergabung kembali. Pasukan Sinuhun Ing Ngalaga semakin bertambah banyak. Gerakan pasukan Sinuhun Ing Ngalaga sudah sampai di luar kotaraja. Tumenggung Mangkuyuda dan Dhangdhang Wacana yang berada di dalam kota memerintahkan agar pintu gerbang ditutup. Pasukan Madura ciut hatinya karena musuh begitu banyak dan semangat tempurnya besar. Karena merasa takkan sanggup melawan pada malam hari mereka meloloskan diri ke timur. Dengan tergesa-gesa mereka meninggalkan kotaraja Mataram dan menuju Kediri.

Sinuhun Ing Ngalaga berhasil menguasai kotaraja Mataram tanpa harus berperang. Sinuhun Ing Ngalaga lalu berkeraton di Paleret dan mengukuhkan kedudukannya sebagai raja. Setelah aman Sinuhun Ing Ngalaga mewisuda para punggawanya. Sang adik yang belum mempunyai kedudukan, Raden Tapa diangkat sebagai pangeran dengan nama Pangeran Arya Panular. Yang diangkat sebagai patih adalah Arya Mandhalika. Raden Wirataruna diangkat sebagai adipati dengan nama Adipati Mangkubumi. Raden Rangga diganti nama menjadi Adipati Martasana. Raden Anggayuda diberi nama Pangeran Natakusuma. Yang ditunjuk sebagai penghulu adalah Kyai Jamal. Setelah lengkap mewisuda para punggawa pemerintahan di Mataram dapat berjalan dengan lancar.

Pada suatu ketika di Mataram terjadi musim kemarau panjang. Pepohonan menjadi kering dan persawahan tak memberi hasil. Harga pangan menjadi mahal. Banyak orang kelaparan dan sakit-sakitan. Korban jiwa pun berjatuhan. Ibarat sakit sore pagi mati, pagi sakit sore mati. Negeri Mataram seperti mendapat kutukan.

Adipati Martasan sakit tak lama kemudian berpulang. Pangeran Singasari juga menderita sakit hingga menjadi sebab menemui ajalnya. Seisi negeri menjadi sangat prihatin.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/11/babad-tanah-jawi-74-pangeran-puger-menjadi-raja-bergelar-senapati-ing-ngalaga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...