Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (84): Riwayat Untung Surapati ketika muda

 Alkisah, seorang kapten Kumpeni di Betawi bernama Kapten Moor mempunyai budak belian yang baru berusia tujuh tahun. Si budak asalnya dari Bali, sungguh cakap rupawan. Si Kapten sejak merawat anak itu selalu mendapat keberuntungan. Perdagangan yang dijalankan dan kedudukannya sebagai serdadu terus naik. Tak lama pangkatnya naik menjadi mayor. Lalu setelahnya menjadi komisaris. Dan akhirnya menjadi ideler. Dalam berdagang dia juga selalu mendapat untung yang banyak. Dia beranggapan kalau nasibnya yang selalu mujur berkat adanya budak yang dia rawat. Maka si budak diberi nama Untung.

Si Untung selalu dimanjakannya. Apapun keinginannya selalu dituruti. Bahkan si Untung kemudian diambil sebagai anak angkat. Ketika beranjak dewasa si Untung menjadi pemuda yang tampan rupawan.

Ideler Moor juga mempunyai anak gadis. Si noni Belanda sedang mengalami masa-masa birahi. Pun juga dengan si Untung. Keduanya akhirnya jatuh cinta. Si noni mabuk kepayang kepada si Untung. Segala permintaan Untung selalu dituruti. Untung selalu minta ini dan itu dan permintaannya semakin banyak. Sebenarnya Untung meminta bukan untuk dirinya sendiri. Segala harta yang dia peroleh dari si Noni dia pakai untuk menolong teman-temannya sesama budak belian. Sejumlah delapan puluh orang yang dia sering bantu hidupnya. Semua menjadi saudara baginya, bahkan rela berbela mati.

Ideler Moor akhirnya mengetahui perbuatan Untung yang diam-diam menggerogoti hartanya. Juga hubungan terlarangnya dengan si anak gadis. Untung ditangkap dan dipukuli dengan rotan sampai setengah mati. Untung mengaduh meminta tobat. Ideler Moor bangkit belas kasihnya. Apalagi selama ini dia sangat menyayangi Untung. Untung dimaafkan.

Tetapi dasar Untung tak tahu diri. Dia tidak kapok. Perilakunya diulangi lagi. Suatu ketika Ideler Moor memergoki Untung berbuat tidak senonoh dengan sang putri di kantor pajak pada pukul dua malam. Ideler Moor sangat marah. Kali ini tak ada ampun. Untung di kirim ke penjara kelas berat. Di penjara kelas berat semua pesakitan dipasung. Ada enam puluh orang yang mengalami nasib seperti Untung. Untung berpikir keras bagaimana caranya lari dari penjara itu.

Suatu hari Untung berkata kepada teman-teman sepenjara, “Saudaraku semua, mengapa tidak ada di antara kalian yang berusaha lolos?”

Temannya berkata, “Hai Untung, bagaimana bisa. Sedang pasung ini dari besi dan gedungnya dikunci serta dijaga Kumpeni. Bagaimana bisa kita berontak?”

Ki Untung berkata, “Barangkali nanti ada pertolongan Tuhan, bisa saja itu terjadi. Karena semua kekuatan hamba berasal dari Tuhan. Apakah sudah pernah mencoba?”

Salah seorang temannya berkata, “Engkau kelewat berlagak.  Aku ini sudah tua, sudah tiga setengah bulan dipasung di sini. Tidak pernah mendapat makanan yang cukup. Takkan kuat tenagaku. Engkau ini bocah terlalu banyak omong. Lagakmu seperti bisa berubah menjadi rakasasa seperti Prabu Krisna. Apa kau bisa mematahkan besi. Sungguh berlagak, sedang kamu hanya anak nakal.”

Untung tersenyum dan menjawab, “Aku tidak bicara kepadamu. Aku bicara kepada teman-teman yang sudi mendengarkan. Sedang kamu terserahlah dengan urusanmu sendiri.”

Untung lalu bertanya kepada teman lainnya, “Hai para saudaraku, kalau ada yang bisa melepas belenggu kalian, apa yang akan kalian kerjakan?”

Berkata para tawanan semua, “Kalau engkau sanggup melepaskan kami. Terserah apa maumu. Walau engkau suruh kami membenturkan diri ke tembok besi itu, akan kami lakukan.”

Untung tertawa lalu menarik kakinya, seketika lepas dari pasungan yang terbuat dari besi. Semua orang heran. Enam puluh orang segera dilepas oleh Untung. Hanya seorang saja yang tidak dilepas, yakni orang yang tadi selalu menyanggah.

Teman-teman Untung berkata, “Sekarang apa perintahmu Untung?”

Untung berkata, “Aku hendak melawan Belanda, bagaimana dengan engkau semua?”

Teman-temannya menjawab, “Walau kau hendak mengamuk di Loji, kami takkan takut. Tapi upayakan senjata dan makanan dulu supaya kami ada kekuatan.”

Untung tersenyum, “Kalau begitu tunggulah dulu. Aku keluar tidak lama.”

Untung segera membuka pintu lalu dikunci kembali. Dengan membawa patrem[1] panjang sejengkal Untung keluar dari kompleks penjara. Seorang penjaga ditikamnya, seketika tewas tak sempat mengaduh. Kunci dipasang kembali sehingga penjaga pengganti takkan curiga. Untung segera meninggalkan penjara dan menemui para kerabatnya yang dulu sering ditolong. Ada dua orang temannya melihat Untung di jalan. Mengira bahwa Untung takkan selamat dari penjara kelas berat mereka kini gembira Untung bisa kembali. Untung dibawa pulang oleh kedua temannya itu. Teman-teman Untung yang lain segera dipanggil. Teman-temannya semua menangis melihat Untung selamat.

Untung berkata, “Aku minta senjata saja. Jangan ada yang ikut.”

Teman-temannya berkata, “Kalau kau menemui kesulitan, kami siap membantu. Jangan sungkan kami semua berniat membalas kebaikanmu.”

Untung berkata, “Terima kasih. Tapi aku sekarang hanya butuh senjata dan nasi, juga kinang. Cepatlah karena saya akan segera kembali.”

Teman-temannya mengumpulkan senjata yang mereka punya. Ada keris, pedang, cundrik, tombak pendek dan lain-lain. Semua diikat dan dibungkus agar tak mencurigakan. Segera Untung kembali ke penjara. Tiga orang temannya mengantarkan sambil membawa nasi dan kinang. Pukul delapan Untung menyelinap masuk ke tempat pemasungan para tahanan. Bersamaan waktunya ada pergantian penjaga. Ada dua penjaga yang datang, kopral Kumpeni. Satu orang ditikam Untung, yang satunya membabatkan pedang. Ditikam sekalian. Semua tahanan yang sudah dilepaskan dari pasungan dikeluarkan. Sampai di luar mereka disuruh makan sepuasnya. Setelah makan dan menikmati kinang, senjata dibagikan. Ada yang memilih pedang, ada yang memilih tombak dan lain-lain sesuka mereka.

Sementara itu di pos penjagaan Kumpeni letnan Kumpeni curiga mengapa petugas jaga yang diganti tak segera melapor. Letnan menyuruh seorang sersan untuk memeriksa. Sesampai di tempat pemasungan sersan kaget karena pintu penjara telah terbuka. Dia melihat teman Kumpeninya telah tewas. Sersan segera berlari melapor. Pasukan Kumpeni segera memukul tambur. Sepasukan serdadu diberangkatkan mengepung penjara.

Ki Untung sudah tahu bahwa dia dan teman-temannya telah dikepung. Dengan berani Untung memberi aba-aba kepada temannya untuk maju menerjang. Meski diberondong senapan mereka tak gentar. Enam puluh orang mengamuk bersamaan. Saling bertarung jarak dekat dengan serdadu Kumpeni. Ki Untung mengamuk ke kiri-kanan menakutkan. Serdadu Kumpeni banyak yang tewas. Tetapi pasukan bantuan terus berdatangan. Mereka menghujani Untung dan kawan-kawan dengan peluru. Teman-teman Untung banyak yang tewas. Serdadu Kumpeni makin bertambah banyak. Teman-teman Untung habis, dia tinggal sendirian. Untung dikepung, tetapi bisa lolos. Serdadu Kumpeni terus mengubres sekitar penjara, tetapi tak menemukan Untung. Untung sungguh beruntung. Pasukan Kumpeni membubarkan diri.

Berita Untung lolos dari penjara membuat heboh kota Betawi. Untung mengamuk bersama para narapidana. Serdadu Kumpeni banyak yang mati. Untung belum tertangkap dan masih berkeliaran. Para penduduk Betawi ciut hatinya.

Sementara itu Untung telah tujuh hari bersembunyi di hutan. Untung lalu kembali masuk kota menemui para teman sesama budak belian yang dulu sering dia bantu. Banyak dari mereka berhasil ditemui. Banyak pula yang ingin ikut melarikan diri. Terkumpul tiga puluh orang. Malam-malam mereka berangkat dari kota menuju tempat persembunyian Untung di hutan. Setiap hari terus berdatangan teman-teman Untung, satu, dua atau tiga. Lama-lama terkumpul seratus orang. Punggawa Kumpeni banyak kehilangan budak karena bergabung dengan Untung.

Untuk memberi makan para pengikutnya Untung pergi ke kota mencari makanan. Setiap keluar dia membawa patrem. Jika berpapasan dengan serdadu Belanda dia tikam. Setiap hari satu dua serdadu Belanda tewas di jalanan. Lama-lama Kumpeni melakukan penyelidikan. Mereka tahu ternyata Untung yang membunuh.

Suatu kali Kumpeni memancing Untung keluar. Seorang serdadu dibiarkan berjalan sendirian di jalan yang biasa dilewati Untung. Dengan menyamar Untung mendekati serdadu itu dan menikamnya. Tidak lama pasukan Kumpeni keluar mengejar Untung dan menembak. Untung berhasil lari, pasukan Kumpeni terus mengejar. Untung berhasil mengecoh sepasukan Kumpeni yang mengejar. Dua belas serdadu berhasil dia bunuh. Kumpeni mengejar dengan pasukan yang lebih besar.

Untung kembali ke hutan tempat teman-temannya berkumpul. Ketika mereka melihat Untung dikejar serdadu Kumpeni mereka bersiap. Terjadilah pertempuran dahsyat. Serdadu Kumpeni banyak yang tewas. Ada enam puluh serdadu. Sedang yang berhasi lari hanya tiga. Mereka kemudian melapor kepada Dewan Hindia dan Gubernur Jenderal.

Kumpeni menyiapkan pasukan untuk menumpas Untung dengan mengerahkan serdadu dari Ambon, Bugis, Makasar dan Sumbawa. Seorang admiral ditunjuk untuk memimpin penyerangan, didampingi empat mayor. Tak berapa lama pasukan Kumpeni telah sampai di hutan yang menjadi markas Untung. Untung tak gentar, bersama teman-teman bersiap menghadang musuh.

Pertempuran kembali pecah. Untung dan teman-teman mengamuk seperti banteng terluka. Kumpeni tak kalah ganas memberondong dengan tembakan laksana hujan peluru. Untung dan teman-teman tak gentar, dengan berani menerobos kepulan asap senapan. Banyak serdadu Kumpeni berhasil dibunuh. Pasukan Kumpeni terus memberondong dengan tembakan. Untung seperti putra Arjuna si Abimanyu ketika perang Baratayuda, dikeroyok tanpa ampun. Kedua kubu banyak kehilangan orang. Enam puluh teman Untung telah tewas. Dari pihak Belanda pun tidak sedikit yang telah mati. Pasukan Kumpeni menjadi ciut hatinya karena musuh mereka tak takut mati. Setelah malam datang pasukan Kumpeni mundur ke kota.


[1] Keris kecil


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/21/84-riwayat-untung-surapati-ketika-muda/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...