Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (85): Untung mengungsi ke Sultan Cirebon

 Malam harinya Untung berembug dengan teman-temannya. Ada salah seorang teman Untung yang sudah agak tua, bernama Ki Embun.

Ki Embun berkata, “Saudaraku semua, bagaimana kita sekarang?”

Teman-teman Untung lainnya menjawab, “Kami mau ikut ke manapun Untung pergi.”

Ki Embun berkata kepada Untung, “Untung, pikirkan. Kalau engkau terus melawan, engkau takkan kuat karena musuhmu orang senegara. Kalau engkau setuju kita mengungsi saja.”

Untung menjawab, “Baik terserah kalian, sebaiknya mana tempat yang akan kita tuju?”

Ki Embun berkata, “Sebaiknya ke Cirebon. Barangkali Sultan Cirebon mau menerima kita.”

Untung menurut saran Ki Embun, segera mereka berangkat ke arah tenggara melalui Cianjur. Empat puluh orang tak berpisah selamanya akan ikut Ki Untung.

Pagi harinya Kumpeni mengerahkan pasukan yang lebih besar untuk menangkap Untung. Sesampai di hutan mereka mendapati Untung telah menghilang. Admiral menyuruh tujuh kapten untuk melacak ke mana perginya si Untung. Masing-masing kapten membawa empat puluh serdadu Kumpeni Islam. Pemimpin pengejaran Untung adalah seorang mayor bernama Mayor Benderpul. Mereka berangkat ke arah tenggara. Sementara itu perjalanan Untung sudah sampai di Cianjur. Mereka lalu ke arah timur laut menuju Cirebon.

Sultan Cirebon mempunyai seorang abdi yang sangat dikasihinya dan dianggap seperti putra sendiri, namanya Surapati. Sultan sangat sayang kepadanya, sampai-sampai ketika dia bersalah membunuh orang tak berdosa pun diampuni. Pada hari itu Surapati berburu di hutan dengan seratus pengikutnya. Sesampai di hutan Surapati dan pengikutnya berhenti untuk istirahat di tengah jalan. Orang-orang yang lewat mengetahui ada Ki Surapati, mereka segan sehingga menyimpang jalan.

Ki Untung dan teman-temannya juga kebetulan lewat jalan itu. Karena tidak kenal maka Untung terus saja berjalan. Surapati kaget ada orang yang berani melewati rombongannya yang sedang duduk-duduk istirahat. Tetapi karena gelagatnya bukan orang setempat Surapati maklum. Rombongan Untung lalu dihentikan dan ditanyai.

Berkata Ki Surapati, “Dik engkau dari mana, hendak kemana, dan siapa namamu?”

Untung menjawab, “Saya dari Betawi, Saya dan teman-teman semua budak kumpeni. Kami semua dikejar oleh Kumpeni. Kami hendak mencari perlindungan kepada Sultan Cirebon. Memohon belas kasihan kepada Sultan Cirebon agar berkenan mempekerjakan kami yang papa ini.”

Ki Surapati berpikir, orang ini kalau dilihat pasti bukan keturunan orang sembarangan. Perilakunya tidak menunjukkan dia seorang budak. Terlihat bicaranya tertib, cakap dan tampan. Kalau aku serahkan kepada Sultan pasti Sultan akan menyukainya. Aku bisa tersingkir karenanya.

Ki Surapati berkata, “Dik, aku ingatkan kepadamu, walau Cirebon ini negeri kecil tetepi sangat gawat. Kalau engkau masuk negeri tinggalkan senjata tombak dan kerismu. Juga para temanmu itu semua tanggalkan senjatanya. Kalau tidak begitu tak diizinkan engkau masuk kota. Ayo sekarang temanmu itu lucutilah senjatanya, serahkan kepadaku. Aku yang akan membawamu ke kota.”

Untung dan teman-teman segera menyerahkan senjatanya. Ki Surapati berkedip kepada pengikutnya. Yang diberi isyarat tanggap, segera menubruk Untung. Tetapi Untung waspada dan berhasil menghindar.

Untung berseru kepada teman-temannya, “Larilah yang jauh. Biar aku hadapi sendiri. Kalian sudah tanpa senjata.”

Ki Surapati berusaha menangkap Untung, tetapi Untung licin bak belut. Ki Untung masih menyimpan patrem. Ketika lawannya menerjang Untung menghindar sambil menghujamkan patrem. Banyak pengikut Surapati tewas seketika.

Surapati menyuruh pengikutnya untuk mengeroyok, “Ayo keroyoklah. Hanya satu orang berapa kekuatannya.”

Tetapi Untung bukan sembarang prajurit. Hujan tombak dan panah dengan mudah ditahan. Untung mengamuk, banyak orang Cirebon bergelimpangan. Lama-lama pengikut Surapati gentar dan berlarian. Ki Surapati lari dan mengadukan kekalahannya kepada Sultan Cirebon.

Teman-teman Untung telah berkumpul kembali. Ada yang menangisi peristiwa yang baru saja terjadi. Ada yang mengajak pergi saja, khawatir jika orang yang mereka kalahkan kembali dengan membawa pasukan yang besar.

Untung berkata, “Kalau hendak mencari kebaikan, pasti akan menemui.”

Mereka akhirnya tetap meneruskan rencana semula, menghadap Sultan Cirebon.

Sementara itu Surapati telah sampai di istana Sultan Cirebon. Sang Sultan sedang berada di balai pertemuan, di hadapan para punggawa. Surapati mengadukan keberadaan Untung yang dikatakan sebagai begal dari Betawi yang menganggu Surapati dan kawan-kawan. Saat ini Untung sudah masuk kota dan berhenti di perempatan jalan. Sultan menyuruh abdi untuk memanggilnya.

Berkata Sultan Cirebon, “Hai bocah, panggilah orang yang sedang berhenti di perempatan. Namanya Untung dari Betawi.”

Utusan segera menemui Untung dan membawanya menghadap Sultan. Teman-temannya disuruh menunggu di luar.

Sultan Cirebon berkata manis, “Hai Untung, sebab engkau aku panggil karena aku hendak bertanya kepadamu. Ada berapa orang teman yang kau bawa dari Betawi?”

Untung berkata, “Ada empat puluh orang paduka.”

Sultan berkata dalam hati, “Ini si Surapati sungguh keterlaluan. Mana ada orang empat puluh berani membegal seratus orang. Sudah saya manjakan malah membuat rusuh negeri.”

Sultan memerintahkan untuk mengusut peristiwa ini. Satu persatu ditanya dan akhirnya terbukti si Surapati yang berbuat rusuh. Sultan sangat marah. Segera memerintahkan untuk menangkap Surapati dan disuruh untuk membunuhnya di alun-alun.

Setelah Surapati mampus, Sultan berkata, “Hai Untung, aku sudah mendengar keinginanmu untuk meminta perlindungan. Aku sudah menerimanya, tetapi Untung, aku tak sanggup menolongmu. Cirebon hanyalah negeri kecil. Lebih baik engkau terus ke timur. Mintalah perlindungan kepada Raja Mataram, dia seorang raja besar yang menguasai tanah Jawa. Dialah yang sanggup melindungimu. Dan engkau aku beri nama Raden Surapati. Sudah takdir engkau ini menjadi musuh orang kafir.”

Untung sangat berterima kasih mendapat dukungan dari Sultan Cirebon. Untung yang kini bernama Raden Untung Surapati menyembah dan memohon pamit. Sesampai di luar Raden Surapati bertemu dengan teman-temannya.

Ki Untung Surapati berkata, “Hai saudaraku, Sultan tidak berkenan menerima kita karena Cirebon hanya negeri kecil. Sultan menyarankan agar kita mengungsi ke Mataram. Tetapi Sultan mendukung apa yang kita lakukan. Dan Sultan memberi nama padaku Raden Surapati.”

Semua teman-teman Untung sangat suka karena telah mendapat izin dari raja muslim.

Raden Surapati berkata, “Sultan meramalkan anak keturunanku nanti menjadi musuh Kumpeni. Bapak Embun, engkau yang paling tua. Mulai sekarang aku beri nama Embun Jalandriya. Engkau menjadi penasihat bagi para sudara kita ini semua.”

Teman-teman Surapati berkata, “Hai Kak Embun, engkau yang paling tua yang akan menjadi sesepuh kami semua. Kami yang tua-tua sekedar menurut saja. Biar Untung yang masih muda meneruskan perjalanan.”

Mereka sudah sepakat, Untung dan teman-teman kemudian meneruskan perjalanan. Tidak lama pasukan Untung sudah melewati Tegal dan sampai Pemalang.

Sementara itu pasukan Kumpeni yang mengejar Untung berhenti di negeri Cianjur. Mereka berhasil melacak kepergian Untung ke arah timur laut. Kumpeni selama tujuh hari di Cianjur mengumpulkan pasukan lalu memerintahkan kepada para tumenggung dan mantri di Pasundan agar memeriksa setiap pejalan yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang. Kalau ada gerombolan lebih sepuluh orang tidak membawa dagangan apapun maka disuruh untuk menangkap. Setelah perintah diumumkan pasukan Kumpeni membubarkan diri dan kembali ke Betawi.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/22/babad-tanah-jawi-85-untung-mengungsi-ke-sultan-cirebon/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...