Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (87): Kapten Tack yang akan menangkap Surapati tewas di Kartasura

 Di Betawi, berita keberadaan Surapati sudah sampai kepada Kumpeni. Untung sudah mengabdi kepada Prabu Amangkurat di Kartasura. Malah sudah diberi nama Raden Surapati. Demikian berita yang santer sampai ke Betawi. Semua pembesar Kumpeni sudah diberi tahu oleh Gubernur Jenderal. Ideler Moor juga sudah datang menghadap Tuan Gubernur Jenderal. Sudah menjadi kesepakatan bagi siapa yang berani menangkap Untung akan diberi hadiah yang banyak dan akan diberi kenaikan pangkat. Para serdadu Kumpeni tidak ada yang berani karena sudah melihat sepak terjang Untung yang sungguh seorang pemberani dan tangguh. Gubernur Jenderal sangat bingung, demikian juga Ideler Moor, karena tak satupun serdadu Belanda yang berani menangkap Untung.

Ada seorang perwira Belanda keturunan perwira tangguh di zaman dulu. Bapaknya pernah menaklukkan Makasar. Si perwira masih berpangkat kapten, namanya Kapten Tack. Si kapten ini menyatakan sanggup menangkap Untung. Gubernur Jenderal sangat gembira. Segera Kapten Tack diperkenalkan kepada Ideler Dua Belas lalu dibawa ke hadapan Dewan Hindia.

Kapten Tack segera berangkat dari Betawi dengan membawa tiga ratus serdadu Belandan dan serdadu Bugis-Makasar. Berangkat dari Betawi dengan naik kapal dan membawa surat untuk Sang Raja Kartasura. Perjalanan laut Kapten Tack mendarat di pelabuhan Jepara. Setelah empat hari bermalam di Jepara Kapten Tack mengutus ajudan untuk menyampaikan surat kepada Sang Raja Kartasura. Dua mantri dari Jepara ditunjuk untuk menemani.

Ajudan dan mantri yang membawa surat sudah sampai di Kartasura. Yang dituju adalah rumah Arya Sindureja. Arya Sindureja segera menghaturkan surat dari Gubernur Jenderal kepada Sang Raja. Sang Raja segera membaca surat dengan seksama.

Sang Raja berkata, “Hai Sindureja bagaimana menurutmu. Surat dari Gubernur Jenderal ini meminta Surapati.”

Arya Sindureja berkata, “Karena si Surapati menjadi buron Kumpeni sebaiknya paduka berikan saja. Kalau sampai paduka kukuhi nanti menjadi masalah dengan Kumpeni.”

Sang Raja merasa kerepotan, lalu berkata, “Panggilah Dinda Adipati Puger, Adipati Madura dan si Jangrana.”

Arya Sindureja segera melaksanakan perintah. Pangeran Puger, Adipati Madura dan Jangrana Adipati Surabaya sudah menghadap.

Sang Raja berkata pelan, “Dinda, ini ada surat dari Gubernur Jenderal meminta si Surapati. Kapten Tack yang diutus mengambil Surapati, tetapi sekarang masih di Jepara. Nah, kalian bertiga dan Sindureja, pikirkanlah bagaimana sebaiknya.”

Adipati Sampang, Jangrana dan Sindureja menyembah, ketiganya sepakat mengatakan, “Silakan paduka serahkan saja. Kalau paduka kukuhi pasti akan terjadi perang antara Kumpeni dan abdi paduka.”

Sang Raja sangat bingung. Kalau tidak diserahkan akan timbul masalah dengan Kumpeni, tetapi kalau diserahkan sungguh tak elok karena Surapati baru saja berjasa memadamkan pemberontakan.

Pangeran Adipati Puger berkata, “Saran saya, tidak seperti tiga abdi paduka tadi. Karena Surapati sudah mengabdi kepada paduka, dan sekarang ada kerepotan karena diminta Belanda. Si Surapati disebut punya dosa terhadap Belanda. Maka kalau seperti itu keinginan Kumpeni dituruti saja tetapi jangan sampai abdi paduka orang Jawa ikut membantu Belanda menangkap Surapati. Persilakan mereka menangkap sendiri karena Surapati tidak berdosa kepada Sang Raja. Kalau abdi paduka sampai ikut menangkap Surapati, namanya menangkap orang tanpa dosa. Dan lagi si Surapati itu sesama orang Islam. Kalau Belanda memaksa katakan saja paduka tak punya abdi yang namanya Surapati. Di sini Surapati ikut dengan patih Nrangkusuma.”

Sang Raja setuju dengan usul Pangeran Puger, “Baiklah Dinda, surat aku balas demikian. Kalau mereka memaksa biarlah ditangkap sendiri. Hai Sindureja, katakan pada ajudan agar segera membawa surat balasanku. Juga segera kirim utusan ke Semarang, katakan kepada Rangga Semarang untuk menjamin makanan Kapten Tack selama dalam perjalanan. ”

Arya Sindureja segera melaksanakan perintah Sang Raja. Ajudan sudah diberikan surat dan segera minta pamit kembali ke Jepara.

Sang Raja berkata kepada Pangeran Puger, “Dinda Adipati, aku serahkan kepadamu kalau nanti si Surapati diminta Belanda, si Nrangkusuma saya perintahkan menjadi wayang yang melindungi Surapati. Semua punggawa perintahkan untuk memberi senjata kepada Surapati.”

Pangeran Puger menyembah dan segera keluar melaksanakan perintah. Waktu sudah menjelang sore, matahari sudah naik gunung menuju peraduan. Adipati Puger mengumpulkan para punggawa di Kapugeran. Ki Patih dan Surapati juga dipanggil menghadap. Setelah semua duduk nyaman Adipati Puger menyampaikan perintah Sang Raja.

Adipati Puger berkata, “Paman Nrangkusuma, perintah Kanda Raja dalam perkara Surapati ini, Paman dipakai sebagai wayang yang melindungi Surapati. Kalau Surapati berani, maka Surapati diminta melawan Kapten Tack yang sekarang masih di Jepara. Bagaimana Surapati apakah engkau berani melawan Kapten Tack? Kalau engkau tidak berani segeralah pergi dari Kartasura. Kalau engkau berani Kanda Raja sudah mengizinkan engkau melawan Kapten Tack  di sini.”

Surapati menjawab, “Duhai Tuanku, walau Gubernur Jenderal yang turun sendiri hamba tidak takut. Apalagi kalau paduka Raja sudah memberi izin, walau hancur pun hamba takkan menghindar. Niat hamba hanya melawan orang kafir.”

Pangeran Puger tersenyum dan berkata kepada Nrangkusuma, “Paman, engkau yang dipakai sebagai wayang dan bertanggung jawab atas Surapati. Kanda Raja tidak terlibat sama sekali dalam urusan ini.”

Nrangkusuma menyembah, “Hamba siap Pangeran.”

Pangeran Puger berkata kepada para punggawa, “Semua punggawa berilah senjata yang layak kepada Surapati. Biarkan Surapati memilih sendiri apa yang disukainya.”

Surapati berkata, “Jangan selain keris.”

Pangeran Madura segera memberikan keris dhapur Sempana tangguh Tuban. Oleh Surapati ditolak.

Surapati berkata, “Kepada para punggawa yang hendak memberi keris, tidak harus yang besar, yang kecil saja asal bagus tempaannya. Kalau bisa dhapur Tilam Upih atau Sangu Tumpeng, Pasopati, Kalanadhah atau Kalamisani. Ukurannya jangan lebih dari taring ular.”

Para punggawa segera memberi keris yang kecil yang bagus. Pertemuan di Kapugeran sudah selesai, para punggawa bubar ke tempat masing-masing. Patih Nrangkusuma kembali ke rumahnya, lalu mengumpulkan para prajurit. Semua diberi hadiah uang dan pakaian yang indah. Raden Surapati dan pasukannya semua diberi baju sangkelat merah berenda, masing-masing satu lembar. Untuk celana diberi kain sangkelat kuning berenda putih. Ikat pinggang dari kain cinde hijau. Ikat kepala dari kain putih.

Sementara itu ajudan yang menjadi utusan Kapten Tack sudah sampai di Jepara. Sudah dilaporkan hasil perjalanannya, juga perintah Sang Raja. Kapten Tack suka hati dan segera berangkat ke Kartasura melalui Semarang. Di Semarang Rangga Martanagara sudah diberi perintah agar menyambut Kapten Tack dan menjamunya dengan baik. Dua hari Kapten Tack menginap di Semarang. Ketika meneruskan perjalanan Rangga Martanagara menyertainya. Di sepanjang jalan Rangga menyediakan makanan dan keperluan lainnya.

Perjalanan Kapten Tack sudah sampai di Kener. Pasukan Tack berhenti untuk istirahat. Ki Rangga Martanagara mengirim utusan untuk memberi tahu Sang Raja bahwa Kapten Tack sudah sampai di Kener. Sang Raja memanggil Arya Sindureja dan memerintahkan untuk membuat markas di Banyudana. Kalau sudah selesai agar segera memberi tahu kepada Rangga Semarang supaya mengajak Kapten Tack ke Banyudana. Arya Sindureja berangkat ke Banyudana untuk membuat markas. Tak lama kemudian sudah rampung. Arya Sindureja mengirim utusan untuk mengudang Ki Rangga dan Kapten Tack ke markas Banyudana.

Sementara itu di Kartasura, Adipati Surabaya disuruh membakar selatan kota. Lalu dikatakan kalau yang membakar adalah Surapati. Keesokan harinya, berita Surapati membakar kota sudah menyebar ke seluruh negeri.

Kapten Tack dan Rangga Semarang sudah masuk ke markas Banyudana. Arya Sindureja menyambut kedatangan Kapten Tack dan mempersilakan duduk.

Kapten Tack berkata, “Ki Arya, saya diperintahkan oleh Tuan Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia untuk meminta Surapati. Dosanya terhadap Kumpeni amat besar. Dan saya juga disuruh menyampaikan hadiah dari Gubernur Jenderal kepada Sang Raja berupa kain renda beludru. Apakah Surapati masih berada di sini?”

Sindureja menjawab, “Masih Tuan, tetapi tidak mengabdi kepada Sang Raja. Yang bernama Surapati mengabdi kepada Raden Patih Nrangkusuma sejak datang di Kartasura. Ketika utusan Tuan menghaturkan surat kepada Sang Raja beliau ingin menyerahkan Surapati, tetapi Raden Patih menahannya. Bahkan Raden Patih berniat bela mati kepada Surapati sehingga melawan titah Sang Raja. Apakah Kumpeni tidak mendengar berita perlawanan Ki Patih karena hendak membela si Surapati? Malah kemarin malam Surapati mengamuk di selatan kota dan membakar rumah. Kalau saja tidak datang Pangeran Puger mereka pasti sudah menjebol istana.”

Kapten Tack sangat marah. Seketika membanting topi.

Tack berkata, “Hai Ki Sindureja, tungguhlah sehari lagi. Pasti si Surapati berada di tanganku.”

Pasukan kapten Tack beristirahat semalam di markas Banyudana. Ki Arya Sindureja menjamu Tack dan seluruh pasukannya dengan baik.

Sementara itu di istana Sang Raja memanggil seluruh punggawa Kartasura. Pangeran Puger masuk istana diiringi para punggawa. Ki Surapati dan Patih Nrangkusuma juga ikut hadir.

Sang Raja berkata, “Dinda bagaimana sekarang?”

Pangeran Puger berkata, “Terserah paduka, saya tidak punya usulan. Siang malam si Surapati siap untuk menyerahkan hidup mati kepada paduka.”

Sang Raja berkata, “Kalau begitu si Adipati Madura dan Adipati Surabaya, keduanya saya tugaskan untuk bersiap mengusir si Surapati. Agar terlihat ramai bawalah prajurit. Juga kirimlah pesan kepada si Arya Sindureja agar bisa melakukan upaya sandi agar terlihat aku sedang berperang dengan Surapati. Kondisikan agar besok pasukan Kapten Tack bertempur dengan Surapati di alun-alun.”

Setelah rencana selesai Ki Surapati disuruh maju. Setelah mendapat beberapa pesan Surapati menyembah Sang Raja, lalu keluar bersama Patih Nrangkusuma. Pertemuan hari itu bubar, para punggawa mundur ke tempat masing-masing.

Hari berikutnya, pagi-pagi Sang Raja bertahta di Sitinggil, para prajurit menghadap berjajar-jajar. Prajurit Sarageni berada di depan, di belakangnya prajurit Jagabaya sudah bersiaga bersama prajurit Sangkragnyana, Mandhung, Nyutra dan Nirbaya. Berjajar menyandang karabin para prajurit Partanala dan Darpaita. Prajurit Maudara bersisihan dengan prajurit Astranangga. Di belakangnya prajurit Jantaka dengan Tanuastra, Wirabraja dan Brajanala, Kanoman dan Patrayuda, Yudamanggala bersisihan dengan prajurit pilihan. Juga prajurit Kartiyasa dan Wisamarta, Martalulut dan Singanagara. Mereka bersisihan di kanan-kiri Sang Raja. Prajurit Katanggung berjajar dengan para gandek, mantri anom, Jagasura dan Wisapracanda. Semua punggawa sudah hadir di tempat mereka masing-masing.

Di alun-alun para prajurit berjajar sambil berteriak-teriak siap menyerang Surapati. Para serdadu Kumpeni di Kartasura sudah diberi tahu bahwa mereka akan menyerang Surapati. Pasukan Madura dan Surabaya sudah berbaris di depan kedua Adipatinya. Pasukan pesisir berbaris di Ngrawung dan pasukan mancanegara di Sendang.

Dari Banyudana Kapten Tack dan Arya Sindureja sudah bergerak menuju Kartasura. Arya Sindureja sudah saling memberi pesan dengan Adipati Surabaya dan Adipati Madura. Ketika mereka bertemu Adipati Surabaya dan Adipati Madura berseru kepada Kumpeni.

“Tuan, saya akan menyerang Surapati dan Nrangkusuma. Pasukan Anda bawalah ke Pancaniti untuk menjaga Sang Raja.”

Tiga ratus serdadu Kumpeni dibawa Kapten Tack menuju Pancaniti. Pasukan Adipati Surabaya dan Adipati Madura bergerak ke Nrangkusuman. Di sepanajng jalan mereka bersorak-sorai sambil menabuh tambur.

Surapati dan Patih Nrangkusuma mendengar pasukan kedua Adipati sudah dekat, segera bersiap-siap menghindar. Surapati dan empat puluh pasukan mantan budak bersama pasukan Nrangkusuman bergerak ke utara. Pasukan Surabaya dan Madura mengejar dan menembaki di sepanjang jalan sambil bersorak-sorak. Tetapi yang ditembakkan hanya senapan kosong, tak ada pelurunya. Kapten Tack yang saat itu berada di Ngasem mendengar bunyi tembakan bersahutan.

Arya Sindureja berkata, “Nah, itu si Surapati sudah dikepung.”

Kapten Tack meminta kepada Sindureja, “Ayo segera kita ke medan perang. Saya ingin segera menangkap si Surapati.”

Sindureja berkata, “Tuan saya takut melanggar perintah Raja. Sang Raja menyuruh Tuan isitrahat di Pancaniti dulu. Pasukan Kartasura masih banyak dan mereka sedang mengejar Surapati. Mereka belum kalah jadi jangan dibantu dulu.”

Ada utusan Adipati Sampang yang menemui Sindureja. Mereka memberi tahu kalau Surapati lari ke utara, lalu berbelok ke timur. Arya Sindureja diminta segera ke alun-alun bersama Kapten Tack. Jika nanti Surapati akan menuju ke sana, segeralah pukul dari belakang.

Kapten Tack dan Arya Sindureja segera ke alun-alun. Mereka menunggu di utara beringin kembar. Sambil menunggu mereka dijamu dengan minuman air kelapa muda. Ada lima rarus serdadu Kumpeni yang berada di alun-alun. Tiga ratus serdadu bawahan Kapten Tack dan dua ratus serdadu lama yang berjaga di Kartasura. Juga ada pasukan Bugis yang menyertai Kapten Tack, jumlahnya dua ratus orang.

Kapten Tack naik ke Sitinggil menemui Sang Raja untuk memberikan hadiah dari Gubernur Jenderal.

Kapten Tack berkata, “Hamba ditugaskan eyang paduka Gubernur Jenderal untuk menangkap buron Surapati yang berada di negeri paduka.”

Sang Raja berkata, “Baiklah Tack, segera laksanakan. Si Surapati di sini juga melawanku dan juga melawan Kumpeni. Semua prajurit Kartasura aku suruh membantumu menangkap Surapati. Sekarang dia sedang dikejar oleh pasukan Surabaya dan Madura. Tapi Tack, engkau jangan jauh-jauh. Engkau di sini saja berjaga-kalau kalau pasukan Sampang dan Surabaya terdesak dan Surapati mendekat ke sini.”

Kapten Tack besar hatinya, lalu berkata kepada Sang Raja, “Paduka jangan khawatir. Kalau Tack masih hidup, si Surapati walau hidup akan terasa mati. Nanti kepala Surapati beta bawa ke hadapan paduka.”

Kapten Tack tertawa-tawa sambil memukul paha. Turun dari Sitinggil, lalu kembali ke barisannya. Arya Sindureja mengutus orang untuk memberi tahu Adipati Surabaya dan Adipati Madura bahwa Kapten Tack sudah berada di alun-alun. Surapati yang terus dikejar sambil ditembaki sudah sampai di sungai Pepe, lalu berbelok ke timur. Di sepanjang aliran sungai Pepe Surapati terus dikejar dan ditembaki pasukan Madura dan Surabaya. Sampai di Bungas Surapati berbelok ke selatan menuju Sendang. Sesampai di Sendang Surapati hendak beristirahat dulu. Pasukan pengejar terus menembaki.

Kapten Tack sudah mendapat laporan kalau Surapati berada di Sendang. Kapten Tack menugaskan Letnan Reges untuk membawa pasukan ke Sendang membantu pasukan Kartasura. Pasukan Surapati sudah bergerak ke Gumpang, mereka berhenti untuk istirahat.

Ada seorang lurah prajurit Sarageni dari pasukan Madura, namanya Konangpasir. Hatinya dongkol karena terus menerus berkejaran saja.

Konangpasir berkata, “Capek aku, hanya berkejar-kejaran melulu. Ayo kita pakai peluru.”

Konangpasir mengisi senapan dengan peluru dan ditembakkan ke arah prajurit Surapati. Salah seorang teman Surapati terkena peluru dan tewas.

Surapati berkata, “Kurang ajar orang Sampang itu. Berani melawan perintah Raja.”

Surapati kembali ke barat dan menyerang pasukan Sampang. Pasukan Sampang ketika tahu diserang segera lari. Surapati mengejar, berhasil menombak tiga prajurit. Ketiganya menderita luka-luka. Ketika Adipati Madura mendapat laporan dia malah gembira.

Berkata Adipati Madura, “Hai, Kakak Adipati Surabaya, ini kita mendapat tanda boleh menyerang. Orang saya ada yang terluka.”

Pasukan Madura mundur ke barat bersama pasukan Surabaya. Pasukan Surapati mengejar. Pasukan Madura dan Surabaya mengarahkan Surapati ke alun-alun. Di tengah jalan bertemu pasukan Kumpeni pimpinan Letnan Reges. Letnan Reges berhenti menata barisan dan  menghadang pasukan Surapati. Pecah pertempuran antara pasukan Letnan Reges dan pasukan Surapati. Surapati mengamuk, pasukan Belanda diterjang tanpa takut. Pasukan Letnan Reges terus menembak, pasukan Surapati bergeming. Kedua pasukan terhalang asap dari kepulan senapan pasukan Letnan Reges. Pasukan Surapati merayap di tanah dan terus mendekat. Ketika melewati kepulan asap mereka bangkit dan langsung menerjang dengan tombak. Pasukan Letnan Reges tumpas tak tersisa. Letnan Reges tewas.

Pasukan Surabaya dan Madura terus ke barat, pasukan Surapati mengejar sambil bersorak-sorak. Raden Nrangkusuma selalu berada di belakang sambil mengarahkan Surapati. Pasukan Madura dan Surabaya sudah sampai di alun-alun. Kapten Tack yang menunggu di Pancaniti bersama Arya Sindureja melihat pasukan Madura dan Surabaya lari.

Arya Sindureja berkata kepada Kapten Tack, “Hai Tuan, bagaimana kehendak Tuan. Pasukan Letnan Reges sudah habis, Letnan Reges sudah tewas. Pasukan Madura dan Surabaya juga sudah kalah. Banyak yang luka-luka.”

Tak lama berselang pasukan Madura yang luka-luka lewat di depan Kapten Tack. Seketika Kapten Tack murka. Segera memberi aba-aba kepada pasukan. Dua belas tambur dipukul bersamaan. Pasukan Kumpeni bergerak maju.

Dari arah Timur Raden Surapati yang mengejar pasukan Madura dan Surabaya sudah sampai di alun-alun. Pasukan yang dikejar terus melewati alun-alun ke arah barat. Gantian pasukan Kumpeni menghadang. Ada seorang prajurit Surapati yang terus mengejar, lalu berbelok masuk istana dan membakar gedung di sebelah selatan. Api tampak berkobar, mengesankan bahwa mereka sungguh-sungguh bertempur.

Di alun-alun pasukan Kartasura berusaha menahan pasukan Surapati tetapi langsung diterjang dan bubar. Kapten Tack sangat marah. Tack memberi aba-aba agar pasukan Kumpeni bergerombol menghadang pasukan Surapati. Ketika sudah dekat Tack memberi aba-aba menembak. Seribu senapan memuntahkan peluru. Surapati masih menahan berondongan peluru sambil terus menerjang. Melewati gugusan asap Surapati dan kawan-kawan mendekat ke arah pasukan Kumpeni. Terjadipah pertempuran jarak dekat. Senapan tak lagi berguna. Surapati dan teman-teman sejumlah empat puluh orang mengamuk seperti raksasa berebut bangkai. Banyak serdadu Kumpeni tewas.

Di belakang, Kapten Tack membanting topi dan memuntir kumis. Jengkel melihat pasukannya dihabisi Surapati. Kapten Tack maju dengan muka memerah karena marah. Kapten Tack ini tidak seperti orang Belanda lainnya. Perawakannya sangat tinggi besar menakutkan. Ketika maju tampak seperti Kumbakarna saat masuk ke medan perang Alengka.

Di belakang pasukan terlihat kelelahan. Surapati menepi berstirahat sebentar mencari air. Sang Raja yang melihat dari Sitinggail segera mengirim utusan, memerintahkan Surapati kembali berperang. Surapati menyatakan sanggup dan segera kembali menerjang musuh. Surapati kembali mengamuk. Pasukan Kumpeni menahan dengan berondongan tembakan. Surapati bergeming. Di alun-alun serdadu yang tewas semakin banyak. Hampir-hampir orang tidak menginjak tanah karena penuh dengan mayat bergelimpangan.

Surapati berusaha mendekati Kapten Tack. Dengan dua belas keris Surapati membunuh Belanda satu persatu. Para serdadu Belanda memakai kere pelindung tubuh sehingga keris tidak dapat menembus. Tetapi Surapati mempunyai keris yang bagus tempaannya sehingga dapat menembus baju baja serdadu Kumpeni. Setiap mendapat sepuluh serdadu kerisnya tumpul dan berganti keris lagi.

Ada seorang letnan Kumpeni, namanya Letnan Banderbel. Dalam perang jarak dekat dia melawan Ki Embuh Jalandriya. Embuh Jalandriya menusuk dada Letnan Banderbel, tidak mempan. Terdengar denting baju baja si letnan. Ki Embun mengulang sekali lagi, tak juga mempan. Embuh Jalandriya memutar dan menusuk tengkuk si letnan dari belakang. Seketika Banderbel terkapar. Ki Embun mengangkangi dan dengan cepat menggorok lehernya. Tak jauh, Surapati berduel dengan Letnan Britman. Berkali-kali ditusuk Britman tak mempan. Britman membalas dengan menyabetkan pedang, Ki Surapati tak mempan senjata. Keduanya membuang senjata dan saling banting. Surapati dicokot lehernya oleh Britman. Surapati jijik, meloncat dan lari. Beberapa langkah ingat kalau masih menyimpan patrem di celana. Segera dirogoh dan berbalik kembali. Kapten Britman ditusuk lehernya. Putus dan tewas. Para opsir datang membantu. Para serdadu Kumpeni dari Makasar berperang dengan ketakutan. Sepak terjangnya tak meyakinkan. Hati mereka ciut melihat sepak terjang pasukan Surapati yang menakutkan.

Kapten Tack sudah berhadapan dengan Surapati. Dengan tombak Surapati menerjang lawannya yang tinggi besar. Ditusuk tombak tak mempan, dipukul tongkat tak lecet, ditusuk berkali-kali dengan keris tak mempan. Kerisnya sampai tumpul. Surapati membuang kerisnya dan berganti keris lain. Tetapi lagi-lagi Kapten Tack tak mempan. Dua belas opsir ikut nimbrung dari arah kanan menerjang Surapati. Surapati mundur dan berhenti sebentar. Tampak kelelahan dan terduduk. Para teman-temannya gantian maju menghadang Kapten Tack.

Sang Raja melihat Surapati berhenti perang, lalu kembali menjalankan gandek, memerintahkan agar Surapati berprang kembali.

Surapati berkata kepada gandek, “Baik Kyai, tetapi saya istirahat dulu. Semangat saya belum berkurang.”

Gandek kembali menghadap Sang Raja dan melaporkan kalau Surapati amat kepayahan. Sang Raja menoleh ke arah Pangeran Puger dan dan tersenyum.

Sang Raja berkata, “Dinda, si Surapati kepayahan. Tolonglah segera. Barangkali akan celaka.”

Pangeran Puger turun dari Sitinggil, lalu menemui prajuritnya di Kamandungan. Delapan belas prajurit dipilih dan diberi pakaian mirip teman-teman Surapati. Pangeran Puger juga berganti pakaian mirip pakaian teman-teman Surapati. Pangeran dan prajuritnya berjalan ke barat dan memutar ke utara lalu ke timur dan sampai di sebelah timur alun-alun. Pangeran Puger segera membaur dengan pasukan Surapati dan ikut bertempur melawan Kumpeni.

Surapati melihat Pangeran Puger masuk ke alun-alun hendak membantu. Surapati kembali menerjang musuh berebut duluan dengan pasukan Pangeran Puger. Pangeran sudah sampai di hadapan Kapten Tack. Serdadu Kumpeni memberondong Pangeran Puger dengan tembakan, Pangeran tak bergeser. Dengan menenteng Kyai Palered Pangeran menombak Kapten Tack. Dada Kapten Tack tertusuk tembus ke punggung. Pasukan Kapugeran delapan belas orang mengamuk serentak seperti banteng terluka. Pasukan Kumpeni tumpas habis, mayatnya bersusun-susun.

Dari lima ratus serdadu Kumpeni hanya dua puluh lima yang selamat. Mereka kemudian diobati di Loji. Sedangkan pasukan Kumpeni Bugis bubar tak karuan rimbanya. Surapati dan pasukannya selamat. Mereka serasa mimpi.

Sang Raja yang berada di Sitinggil memanggil Surapati dan Pangeran Puger, juga Patih Nrangkusuma. Ketiganya naik ke Sitinggil menghadap Sang Raja. Sang Raja menyambut dengan tawa.

“Selamt kalian baru saja menang perang. Dinda aku lihat engkau sangat bersungguh-sungguh dalam perang.”

Sang adik berkata, “Takut saya Kanda, karena dilihat Sang Raja.”

Sang Raja tertawa terbahak-bahak. Sang adik diberi jamuan jeruk, manggis, timun, semangka, jambu dan salak. Ketiga punggawa makan bersama.

Berkata Sang Raja kepada Surpati, “Aku sangat berterima kasih padamu, hai Surapati. Namun engkau harus segera meninggalkan Kartasura. Berangkatlah ke timur menuju Pasuruan. Aku berikan tanah Pasuruan padamu. Engkau berbarislah di Pasuruan dan selalu waspadalah. Engkau aku beri nama Tumenggung Wiranagara.”

Ki Surapati menyembah, sangat berterima kasih atas anugerah Sang Raja.

Sang Raja berkata kepada Nrangkusuma, “Dan engkau ikutlah ke Pasuruan bersama Surapati.”

Patih Nrangkusuma menghaturkan sembah. Kedua pembesar sudah diberi hadiah berupa pakaian dan uang masing-masing seribu riyal.

Sang Raja berkata lagi, “Segera berangkatlah. Di sepanjang jalan bakar-bakarlah rumah penduduk. Yang aku suruh pura-pura mengejarmu pasukan Surabaya dan Madura.”

Sementara itu dari arah barat pasukan Surabaya dan Madura kembali bergerak ke timur sambil bersorak-sorak. Nrangkusuma dan Surapati sudah lolos dari Kartasura bersama pasukannya. Pasukan Surabaya dan Madura terus pura-pura mengejar sambil menembak di sepanjang jalan. Sang Raja telah kembali masuk istana. Peristiwa terbunuhnya Kapten Tack dalam perang di alun-alun Kartasura ditandai dengan sengkalan tahun: naga sirna angrasa wani[1].

Sementara itu, para serdadu Kumpeni yang tersisa dan berada di Loji berusaha lari dengan menyelinap, tetapi di jalan dipergoki orang desa dan dibunuh. Kumpeni di Kartasura sudah habis.


[1] Sengkalan: naga sirna angrasa wani (1608 A.J., 1685 A.D.)


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/24/babad-tanah-jawi-87-kapten-tack-yang-akan-menangkap-surapati-tewas-di-kartasura/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...