Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (89): Tumenggung Martapura di Japara diminta kematiannya oleh Kumpeni

 Alkisah, di negeri Jepara ada seorang Kumpeni mengambil ayam orang Jawa. Yang mempunyai ayam tak memberikan, akhirnya terjadi pertengkaran. Si Belanda dipukuli, ditangkap, lalu diikat dan dibuat mainan. Mukanya dicoret-coret arang, kunir dan kapur. Si Belanda lalu diarak dan menjadi ledekan orang di sepanjang jalan.

Peristiwa itu kemudian dilaporkan kepada Kumendur Selotdriyansah. Sang Kumendur sangat marah kepada penguasa setempat yakni Tumenggung Martapura. Kumendur mengirim surat kepada Sang Raja di Kartasura. Surat diterima oleh Raden Arya Sindureja. Kemudian oleh sang patih dihaturkan kepada Sang Raja. Isi suratnya Kumendur Seludriyansah meminta matinya Martapura karena dianggap telah berani menyia-nyiakan seorang Kumpeni. Sang raja sangat marah dan memanggil para bupati dan ketiga adiknya. Pangeran Adipati Puger dan semua punggawa segera menghadap.

Berkata Sang Raja, “Dinda Puger, ketahuilah surat si Belanda dari Jepara ini sungguh keterlaluan. Katanya berteman denganku, tetapi berani meminta matinya punggawaku si Martapura. Dikatakan bersalah telah menyia-nyiakan seorang Kumpeni dengan membuatnya menjadi lelucon. Sekarang meminta kepadaku matinya si Martapura. Dinda, kehendakku si Arya Sindureja dan Paman Natakusuma, si Mangunoneng, juga si Binarong dan Suranata, kelimanya aku utus ke Jepara untuk bertanya kepada Martapura. Kalau Martapura berani melawan Belanda, maka kelimanya aku suruh membantu.”

Sang adik menyembah, “Terserah paduka kalau itu memang cara yang baik.”

Sang Raja berkata, “Hai Sindureja, carilah di antara prajuritmu dan prajurit Paman Natakusuma. Pilihlah yang cakap-cakap, tidak harus banyak. Yang penting dia pemberani dan tangguh. Juga engkau Suranata, Mangunoneng dan Binarong, kalian bersiaplah.”

Kelima punggawa yang ditunjuk menyembah menyatakan kesanggupan.

Sang Raja berkata lagi, “Hai Sindureja, segera balaslah surat dari Kumendur Jepara. Katakan engkau akan menghukum mati Martapura bulan depan. Katakan engkau dan empat punggawa telah mendapat perintah.”

Arya Sindureja keluar melaksanakan perintah. Segera dia membuat surat balasan untuk Kumendur Jepara. Sesuai perintah Raja surat menyatakan akan menghukum Martapura bulan depan. Utusan Kumendur kembali ke Jepara menghaturkan surat dari Arya Sindureja. Membaca surat sang patih, Kumendur sangat suka hatinya. Segera Kumendur mengumpulkan orang-orangnya dan memberitahukan akan datang utusan dari Kartasura, kalian semua bersiaplah menyambut.

Berganti bulan, Arya Sindureja bersiap melaksanakan perintah Sang Raja. Kelima  punggawa telah besiap di bangsal Pancaniti. Setelah menghadap Raja dan mendapat pesan-pesan mereka berangkat. Singkat cerita mereka telah sampai di Jepara. Tumenggung Martapura telah menyiapkan markas di alun-alun untuk para pasukan dari Kartasura. Kumendur juga sudah mendengar berita kedatangan Arya Sindureja, bersama pasukan Kumpeni dia menjemput di jalan. Raden Patih Sindureja dan Kumendur Selodriyansah bersalaman, keduanya melaju ke alun-alun.

Kedatangan pasukan dari Kartasura di alun-alun disambut dengan tembakan kehormatan oleh para serdadu Kumpeni. Kumendur mengajak kelima punggawa masuk ke Loji. Sangat hangat sambutan Kumendur kepada para punggawa Kartasura.

Arya Sindureja berkata, “Tuan, saya diutus oleh Sang Raja sehubungan dengan permintaan Tuan terhadap si Martapura. Sang Raja mengabulkan permintaan Tuan, tetapi kehendak Sang Raja Martapura dibunuh di hadapan Tuan. Besok dia saya bawa ke sini. Anda tarik kerisnya, dan saya pun bersiap kalau ada repotnya. Si Martapura ini sangat tangguh, karena itu berhati-hatilah. Semua prajurit saya besok saya bawa masuk untuk menjaga Anda.”

Kumendur berkata, “Saya ucapkan terima kasih kepada Sang Raja karena telah mempercayai surat saya.”

Arya Sindureja berkata, “Tuan. Mohon izin untuk mengistirahatkan pasukan.”

Kumendur mengantar Sindureja sampai ke pintu Loji. Sindureja menuju alun-alun bergabung dengan pasukannya. Tak lama kemudian datang mengalir jamuan dari Tumenggung Martapura. Pasukan Kartasura menyantap jamuan dari tumenggung Jepara. Matahari sudah bersembunyi di balik gunung. Menjelang malam Ki Martapura dipanggil ke markas pasukan Kartasura.

Berkata Patih Arya Sindureja, “Hai Martapura, engkau diminta hidupmu oleh Kumendur. Perintah Raja kepadaku dan empat punggawa ini, kalau engkau berani melawan Belanda, aku dan teman-teman disuruh membantumu.”

Pangeran Natakusuma berkata pelan, “Martapura, besok kalau sampai di Loji, kalau engkau sudah ditangkap, semua teman-teman ini akan mengamuk. Itu kalau engkau berani, kita mati bersama-sama.”

Martapura berseru, “Kalau begitu perintah Raja, saya berani. Melawan seribu Kumpeni pun saya takkan menghindar. Apalagi melawan orang kafir, menyerang bentengnya juga berani. Niat saya jihad fi sabilillah. Tidak mengapa mati kalau melawan Kumpeni. Kalaupun mati, ini menjadi jalan terang ke akhirat.”

Sindureja dan para punggawa Kartasura suka hati. Paginya Arya Sindureja menyiapkan seratus prajurit pilihan yang akan dibawa masuk, sedangkan yang lainnya tetap berada di luar Loji. Pangeran Natakusuma menyiapkan dua puluh lima prajurit, Tumenggung Suranata menyiapkan enam puluh prajurit. Ki Mangunoneng memilih prajurit Pati empat puluh. Ki Binarong mendapat dua puluh empat prajurit pilihan. Tumenggung Martapura membawa empat puluh prajurit muda Jepara.

Raden Arya Sindureja sudah memakai pakaian perang. Empat keris disandang, masih pula membawa cundrik. Pangeran Natakusuma membawa tiga keris, termasuk keris andalan Kyai Gupita. Mangunoneng dan Tumenggung Binarong juga telah menyandang senjata mereka.

Pangeran Natakusuma berkata, “Hai para saudara, jangan sampai terlewat. Masing-masing incarlah korban dari pembesar Kumpeni. Setidaknya kapten atau letnan. Jangan sampai Dinda Lurah sendiri yang melakukan, karena dia wakil Raja. Aku sendiri mengincar Kumendur. Dia akan jadi jodoh kerisku Kyai Gupita.”

Tersenyum Raden Patih Sindureja, “Pangeran terima kasih karena telah berbelas kasih kepada hamba. Tetapi saya tetap tak mau ketinggalan dengan Anda semua, kita mengamuk bersama-sama.”

Semua bupati telah bersepakat untuk mati bersama. Semua sudah bersiaga dengan prajurit pilihan masing-masing. Mereka semua membawa pedang tikam dan tombak pendek. Segera berangkat kelima punggawa Surakarta ke Loji. Martapura disuruh datang belakangan.

Raden Arya Sindureja dan teman-teman telah sampai di Loji, Kumendur menyambut dan membawa mereka masuk. Para punggawa duduk di kursi, para prajurit berbaris di halaman. Setelah duduk nyaman Kumendur menyajikan braduwin.

Kumendur berkata, “Jagi bagaimana rencana Anda Raden?”

Arya Sindureja menjawab, “Nanti saya undang si Martapura. Masih seperti rencana kemarin.”

Kumendur sangat suka hati. Para Kumpeni yang ditugaskan menyelesaikan masalah hari ini juga sudah hadir dan menempati posisi masing-masing. Yang ikut duduk di kursi sejumlah tujuh belas pembesar Kumpeni. Raden Patih Sindureja segera memanggil Martapura. Utusan segera melesat ke kediaman Martapura. Ketika itu Martapura pura-pura pusing kepala. Martapura saat itu sedang dipijit.

Si utusan berkata, “Anda dipanggil ke Loji.”

Martapura menjawab, “Ya Nak. Tetapi aku ini sedang pusing. Sebentar kalau nanti sudah sembuh.”

Tumenggung Martapura dalam hati merasa menyesal karena telah sanggup melawan Kumpeni. Kalau saja bisa ditebus dengan uang maka dia pilih membayar saja. Utusan segera kembali ke Loji dan dilaporkan kepada Patih Sindureja bahwa Martapura pusing kepala. Raden Sindureja seketika marah, matanya memerah, bibirnya bergetar dan giginya bergemeretak. Kumendur tanggap bahwa Raden Sindureja sangat marah.

Kumendur berkata, “Nah, tidak bohong kan Kumpeni melapor kepada Sang Raja. Martapura memang angkuh. Sungguh seperti bukan manusia. Sedangkan dipanggil Tuan Patih saja masih bisa banyak alasan. Padahal Tuan adalah perwakilan Sang Raja yang turun ke Jepara. Kami yang orang Kumpeni saja sangat merasa beruntung atas kedatangan Tuan Patih Sindureja. Ibarat kami mendapat permata sebesar gunung Danaraja. Kalau demikian sebaiknya kita bersuka-suka saja. Besok gantian saya yang mendatangi kediaman Martapura.”

Raden Arya Sindureja berkata kepada dua punggawa, “Hai Kanda Suranata dan Binarong, segeralah memanggil si Martapura. Bagaimana jawabnya nanti. Kalau masih menghormati utusan Sang Raja segeralah dibawa ke sini. Kalau masih membantah bawalah kepalanya ke sini.”

Segera berangkat Kyai Suranata dan Binarong. Sesampai di rumah Martapura Tumenggung Suranata berseru, “Hai Ki Bagus Martapura, perintah Ki Patih aku disuruh menanyakan apakah engkau masih bupati Kartasura atau bukan? Kalau masih ayo segera berangkat, kalau tidak saya ditugaskan membawa kepalamu segera.”

Martapura berkata, “Wahai Kanda, saya masih tumenggung. Tidak akan mengingkari tugas. Tetapi tadi saya baru sakit kepala. Sekarang ayo kita segera berangkat. Saya akan menakar darah dengan si kafir Kumpeni.”

Tumenggung Suranata mendengus, “Jangan banyak omong. Tak elok didengarkan. Engkau ini seperti kaum buruh saja. Jangan begitu, engkau ini seorang priyayi. Jangan banyak sanggup kalau hatimu ciut.”

Segera berangkat si Martapura dan dua punggawa serta pasukan pilihannya. Tak lama sudah sampai di Loji dan bersalaman dengan para yang telah hadir. Ketiganya lalu duduk di kursi yang telah disediakan.

Pangeran Natakusuma berkata, “Apakah Dinda Martapura sedang repot  memikul ayam? Mengapa lama tidak segera datang.”

Ada seorang letnan yang menyajikan makanan kepada Martapura. Martapura menerima nampan dengan tangan gemetar. Si letnan segera menarik keris Martapura, satu keris berhasil dipegang. Martapura menghindar dan lari. Para punggawa dan pembesar Kumpeni berdiri. Raden Patih mengelus dada, karena rencana semula gagal dilakukan.

Pangeran Natakusuma menyuruh Tumenggung Suranata, Mangunoneng dan Binarong untuk mengejar Martapura. Di luar Martapura tertahan oleh pasukan Kartasura yang berbaris sekitar Loji. Oleh para prajurit Martapura dikeroyok dan ditikam berkali-kali. Mayatnya hancur lebur.

Tumenggung Suranata berkata, “Potong-potonglah, beri makan ke anjing-anjing.”

 Pasukan Suranata dari Demak segera memotong-motong tubuh Martapura. Suranata lalu menyuruh para prajurit untuk merampas segala harta di rumah Martapura dan memboyong keluarganya. Tumenggung Suranata kembali ke Loji dengan membawa harta benda dan orang-orang dari rumah Tumenggung Martapura.

Sementara itu di Loji Kumendur sangat suka karena Martapura sudah tewas.

Berkata Kumendur, “Raden, saya kira si Martapura tangguh, ternyata hanya manusia remeh. Sangat jauh dari ucapannya yang sangat angkuh. Tuan pun juga sampai membawa prajurit yang banyak.”

Raden Patih Arya Sindureja tertawa, lalu berkata, “Benar, saya kira akan merepotkan. Walau dulu ketika di Kartasura si Jiwaraga memang sudah berlagak.”

Kumendur semakin keras tertawa, “Kalau begitu dia memang selamanya gila.”

Tengah kedua pembesar berbincang, mendadak masuk Tumenggung Suranata membawa barang jarahan dan keluarga Martapura. Tumenggung Suranata melaporkan bahwa seluruh isi rumah dan keluarga Martapura sudah dibawa. Suranata lalu menyerahkan catatan harta benda, tetapi masih berada di pendapa dengan penjagaan para mantri dari Demak, Grobogan dan Pati.

Raden Sindureja berkata, “Hai Saudara, Anda kalau menginginkan peninggalah Martapura silakan mengambil. Baik harta atau wanita, silakan ambil.”

Kumendur berkata, “Tidak Raden, itu semua milik Raja. Saya takut kalau meminta. Kumpeni sudah sangat senang dan berterima kasih atas kebaikan Sang Raja. Bahkan saya belum sempat membalas kebaikan dan perhatian Sang Raja terhadap Kumpeni di Jepara ini.”

Raden Patih Sindureja menyampaikan perintah Sang Raja, “Perkara si Surapati yang sekarang di Pasuruan dan menaklukkan tanah mancanegara, Sang Raja meminta bantuan pasukan kepada Kumpeni untuk menyerang Surapati. Yang ditugaskan ke Pasuruan adalah Adipati Madura dan Adipati Surabaya dengan membawa prajurit pesisir dan mancanegara pada bulan depan. Soal waktu keberangkatan kalau saudara sudah siap silakan mengirim surat agar bisa menetapkan waktunya.”

Kumendur berkata pelan, “Kalau demikian Raden, saya kirim kabar dulu ke Betawi untuk memberi tahu Gubernur Jenderal bahwa Sang Raja meminta bantuan pasukan untuk menyerang negeri Pasuruan.”

Raden Patih Arya Sindureja mendukung langkah Kumendur. Pertemuan hari itu bubar, Raden Arya Sindureja kembali ke markas. Selama setengah bulan Raden Patih Arya Sindureja dan empat punggawa berada di Jepara. Ketika minta pamit Kumendur mengirim berbagai hadiah untuk Sang Raja.

Raden Arya Sindureja dan empat punggawa telah sampai di Kartasura. Mereka langsung menghadap Sang Raja untuk melaporkan hasil lawatan ke Jepara. Juga kegagalan rencana mereka karena Martapura ternyata takut berperang. Sang Raja tertawa heran mendengar polah Martapura yang pengecut.

Sang Raja berkata, “Anak cucu si Jiwaraga keluarkan dari keraton. Saya tak sudi lagi menerima mereka sebagai abdi.”

Raden Patih Arya Sindureja menyembah lalu menghaturkan hadiah dari Kumendur Jepara. Setelah semua diserahkan Raden Sindureja dan empat punggawa pamit mundur.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/26/babad-tanah-jawi-89-tumenggung-martapura-di-japara-diminta-kematiannya-oleh-kumpeni/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...