Alkisah, Mangunoneng yang pamit pulang ke Pati sudah sampai di negerinya. Kedatangannya langsung menuju desa Sani. Di desa itu Mangunoneng mendirikan barisan pasukan hendak menyerang kota Pati. Tidak lama terjadi perang dan Mangunoneng berhasil menduduki kota Pati. Namun setelah berhasil menguasai Pati Mangunoneng lupa akan janjinya kepada Pangeran Purubaya. Mangunoneng kemudian bermaksud hendak menyerah ke Kartasura. Dia lalu mengirim utusan untuk menemui Patih Cakrajaya yang saat itu berada di Semarang. Utusan Mangunoneng sudah sampai di Semarang dan berhasil bertemu dengan Patih Cakrajaya serta Tuan Admiral. Penyerahan diri Mangunoneng sudah diterima.
Sementara itu di Kartasura, Pangeran Arya Mataram sudah meloloskan diri dari kota bersama anak-istri dan pasukannya. Tujuannya hendak ke Pati. Perjalanan Pangeran Arya Mataram sudah sampai di Grobogan. Di Grobogan Pangeran Arya Mataram berhasil menaklukkan Arya Mandalika. Setelah Grobogan takluk lalu menyerang daerah sekitarnya, Warung, Blora dan Sela. Sebelumnya Blora sudah tunduk kepada Panembahan Herucakra. Maka terjadi saling serang di wilayah mancanagara antara para pemberontak.
Sang Raja Kartasura mengirim utusan ke Semarang. Utusan membawa surat sudah diterima oleh Tuan Komisaris. Dalam surat itu dinyatakan kecurigaan terhadap Patih Cakrajaya. Ki Patih dituduh bersekongkol dengan kedua pangeran sewaktu di Surabaya sehingga Pangeran Purubaya dan Pangeran Balitar memberontak. Ki Patih kemudian dikurung di Loji Semarang. Ki Patih sudah pasrah hidup dan mati kepada Sang Raja.
Dalam surat juga dinyatakan permintaan agar Tuan Admiral membantu perang di negeri Mataram. Admiral diminta membawa pasukan Kumpeni dan melapor kepada Tuan Gubernur Jenderal. Admiral kemudian berangkat ke Kartasura dengan membawa pasukan Kumpeni Islam dari Ambon, Sumbawa, Bali, Bugis dan Majasar. Sebelum berangkat Admiral menemui Patih Cakrajaya di kurungan. Sangat memprihatinkan keadaan Patih Cakrajaya. Setelah bersalaman tanpa sadar air mata Admiral tumpah.
Admiral Britman berkata pelan, “Jangan bersedih Ki Patih. Anda dimarahi tanpa bersalah oleh Sang Raja. Jalani saja dulu. Kalau sungguh Anda tidak ingkar kepada Sang Raja pasti kelak akan selamat. Kalau aku nanti sampai di Kartasura dan bertemu Sang Raja, aku akan bersaksi segala yang anda perbuat.’
Tuan Admiral berkata sambil terus mengusap air mata. Sangat besar rasa belas kasih Admiral Britman kepada Patih Cakrajaya karena selama ini telah bekerja sama bertempur mempertaruhkan nyawa di Surabaya. Admiral memandang Ki Patih adalah orang yang halus budinya dan baik pekertinya.
Ki Patih menjawab, “Terima kasihTuan Admiral. Pesanku jangan berkata apapun kepada Sang Raja. Saya khawatir Sang Raja salah paham dan terbakar amarahnya. Saya khawatir dikira takut mati. Itu bukan watak yang baik bagi seorang abdi.”
Admiral berkata, “Baiklah, nanti saya kira-kira bagaimana baiknya. Saya hanya ingin agar Ki Patih selamat.”
Keduanya lalu berangkulan dan Tuan Admiral segera berangkat dari Loji. Singkat cerita perjalanan Admiral sudah sampai di Kartasura. Adipati Mangkupraja menyambut kedatangan Tuan Admiral di Banyudana. Pagi hari kemudian dibawa menghadap kepada Sang Raja. Pasukan Kumpeni sudah dijamu dan ditempatkan di pondokan mereka, yakni di bangsal Pangapit timur. Jumlah pasukan Kumpeni sebanyak dua brigade.
Sementara itu di Kartasari, Sultan Ibnu Mustapa dan Panembahan Purubaya mengirim utusan ke negeri Sukawati. Sang kakak Panembahan Herucakara diminta bergabung ke negeri Kartasari. Panembahan Purubaya meminta agar Panembahan Herucakra bersama-sama membimbing Sultan Ibnu Mustapa. Panembahan Herucakra merasa kerepotan hatinya. Kalau hendak bergabung kok mempunyai banyak pasukan dan merasa lebih kuat. Maka surat hanya dijawab dengan berbasa-basi. Ketika Panembahan tak kunjung bergabung sang adik kembali mengirim utusan. Satu dua kali sampai tiga kali jawabannya tetap sama. Sang adik merasa kaku hatinya.
Panembahan Purubaya lalu mengirim utusan ke negeri Japan. Utusan sudah bertemu dengan Adipati Jayapuspita. Surat sudah diterima dan dibaca sang adipati. Adipati Jayapuspita sangat kerepotan karena Panembahan Herucakra ingin berdiri sendiri sebagai raja. Kata Panembahan, kalaupun aku disuruh menghadap ke Mataram, maka kalau aku ingin saja karena sudah sama-sama berdiri sebagai raja. Yang kedua Panembahan merasa sebagai saudara tua, maka tak ingin bergabung ke Kartasari.
Jayapuspita merasa tidak enak hati. Lalu meminta saran kepada para adik-adiknya. Para adik Jayapuspita menyarankan lebih baik menurut kepada Panembahan Purubaya. Jayapuspita lalu mengirim surat kepada sang adik Kartayuda. Surat segera sampai dan dibaca serta dipahami oleh Kartayuda atau Adipati Sasranagara. Segera Sasranagara mengundang para pasukannya untuk menyerang kediaman Panembahan Herucakra.
Panembahan Herucakra segera meraih panah dan bermaksud melawan. Para istri sudah disuruh melalui jalan belakang. Mereka keluar benteng dengan kocar-kacir tak karuan. Panembahan melihat Ki Sasranagara lalu memanggilnya.
Panembahan berkata, “Sasranagara, ingatlah. Apa sekehendakmu aku sudah menurut.”
Sasranagara mendekat dan turun dari kuda. Setelah menyembah kemudian menjawab dengan ketus, “Saya sekedar menjalankan perintah adik paduka di Kartasari. Pangeran Purubaya memerintahkan kalau paduka melawan saya disuruh menyelesaikan.”
Ki Adipati Sasranagara mendekat dan menenteng tombaknya. Ki Wiradimeja, Ki Suramenggala dan para mantri dari Sukawati mencoba melawan. Mereka bertempur sengit. Panembahan segera naik kuda dan meninggalkan tempat itu. Pasukan Surabaya pimpinan Sasranagara terus mendesak. Mereka berhasil masuk ke benteng Panembahan Herucakra dan menjarah isinya. Para selir yang berjumlah tujuh orang masih berada di benteng. Hanya istri utama Panembahan yang ikut pergi bersama Panembahan. Ketujuh selir kemudian dibawa oleh Ki Sasranagara.
Sesampai di pondokan ketujuh selir segera digilir oleh Ki Sasranagara. Tiga hari kemudian kemaluan Ki Sasranagara bengkak sebesar paha. Siang malam Ki Sasranagara menangis dan merasa kualat kepada Panembahan. Tekadnya hendak meminta ampun dan mengikuti ke mana Panembahan pergi. Tujuh hari kemudian Ki Sasranagara tewas. Oleh prajurit Surabaya mayatnya dihaturkan kepada Adipati Jayapuspita.
Sementara itu perjalanan Panembahan Herucakra sampai di Semanggi. Beberapa waktu kemudian Demang Kenceng melapor kepada Sang Raja di Kartasura tentang keberadaan Panembahan Herucakra. Sang Raja lalu mengirim utusan dengan membawa uang dan busana. Panembahan dipanggil menghadap ke Kartasura. Panembahan merasa bingung, lalu beralasan bahwa para istrinya belum ditemukan. Juga para pasukannya belum berkumpul. Sang Raja menjadi marah karena merasa alasan itu hanya basa-basi. Sang Raja lalu menyuruh Demang Kenceng untuk mengusir Panembahan Herucakra. Demang Kenceng segera mengerahkan pasukan dari Sala dan menabuh bende tanda perang. Pangeran Herucakra kaget lalu melarikan diri. Orang dari Sala mengejar sampai jauh. Setelah Panembahan jauh para pengejarnya kembali ke Kartasura.
Perjalanan Panembahan Herucakra sampai di desa Genting. Panembahan bermalam di desa itu. Ketika tengah malam orang-orang desa menyerang dan menjarah hartanya. Istri Panembahan sampai terluka ketika melarikan diri ke hutan. Kuda-kudanya dirampas orang desa sehingga Panembahan hanya berjalan darat. Panembahan beserta anak istri kemudian menerobos hutan menuju Tembayat.
Sesampai di Tembayat Panembahan beristirahat di rumah Pangeran Tembayat, lalu mengirim utusan ke Mataram. Utusan menghadap Pangeran Purubaya dan melaporkan keadaan Panembahan Herucakra. Tujuh hari Panembahan di Tembayat, utusan dari Mataram datang menjemput. Panembahan dibawa ke Mataram dan bertemu dengan Sultan. Panembahan kemudian diberi kedudukan dan pasukan sejumlah dua ratus prajurit. Panembahan juga diizinkan memperluas wilayah. Panembahan Herucakra kemudian menaklukkan wilayah Uter.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/09/23/babad-tanah-jawi-117-panembahan-herucakra-bergabung-dengan-sultan-ibnu-mustapa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar