Adipati Natapura di Japan bersiap bergabung dengan Panembahan Purubaya di Madiun. Ada satu kawan lagi yang akan bergabung, seorang putra Madura bernama Raden Jimat. Dia baru datang dari Bali. Dahulu dibawa mengungsi oleh Dewa Ketut ke Manguwi, negeri Bali. Dewa Ketut berjanji akan segera kembali merebut Madura. Namun janji itu tak kunjung diwujudkan. Raden Jimat menjadi jengkel hatinya, lalu pergi dari Manguwi. Sekarang Raden Jimat siap bergabung dengan Panembahan Purubaya. Raden Jimat pergi ke Madiun bersama Adipati Natapura. Sudah sampai dan bertemu dengan Panembahan Purubaya dan Sultan Ibnu Mustapa. Kedua pangeran sangat bersukacita dan juga Raden Jimat sangat senang hatinya. Semua bupati dari mancanagara sudah berkumpul di Madiun. Adipati Natapura selalu diminta saran dan pertimbangan oleh Panembahan Purubaya dan Sultan. Raden Jimat kemudian diberikan seorang istri yang cantik oleh Sultan Ibnu Mustapa. Pasukan Sultan Ibnu Mustapa sudah besar dan kuat. Sultan lalu mendirikan latihan perang di hari Sabtu, sebagaimana kebiasaan para raja Jawa.
Sementara itu, pasukan Kartasura sudah sampai di Jagaraga. Dan, pasukan pimpinan Pangeran Madura juga sudah sampai di Ngawi. Pasukan Tuan Admiral dan Mangkupraja datang dari arah selatan. Kedua pasukan kemudian bergabung di desa Kekajang.
Adipati Natapura melaporkan kepada Panembahan dan Sultan bahwa pasukan musuh sudah datang. Dari utara dan selatan sudah berkumpul dan membentuk pasukan besar. Pasukan Admiral tampak tak terhitung banyaknya. Karena besarnya pasukan akan sangat sulit menghadapi mereka di kota. Adipati Natapura menyarankan sebaiknya keluar dari kota Madiun dan mencari tempat yang lapang. Panembahan setuju. Segera pasukan Madiun dibawa keluar kota menuju sebuah tanah lapang di Pagagakan. Pasukan Sultan Ibnu Mustapa sudah bersiap menghadapi datangnya musuh. Panembahan Purubaya menempati bagian dada. Adipati Natapura menempati sayap kiri dan Pangeran Jimat menempati sayap kanan bersama pasukan Madura. Panembahan Herucakra juga berada di sayap kanan.
Pasukan Kartasura dan Kumpeni sudah siap tempur. Kumpeni menempati bagian dada bersama Adipati Mangkupraja dan para bupati Kartasura. Segenap pasukan punggawa pesisir menjadi sayap kiri dan kanan. Tidak lama kemudian kedua pasukan sudah berhadapan. Tanda perang pun dibunyikan. Pecahlah pertempuran sengit antara kedua pasukan.
Adipati Natapura menerjang pasukan pesisir dengan berani. Yang diterjang hancur tak mampu melawan. Pangeran Jimat menempuh bersama pasukan Madura. Sesama orang Madura bertempur sengit. Senapan sudah tidak berguna lagi, mereka berperang jarak dekat. Pasukan Kumpeni masih mengandalkan senapan. Hujan peluru mereka muntahkan dari senjata mereka. Suara tembakan membuat langit seakan runtuh.
Pasukan Madura mengenali Raden Jimat yang berada di pihak musuh. Mereka kemudian melapor kepada Pangeran Madura. Pangeran Madura sangat marah mendengar sang adik berada di pihak musuh.
Berkata Pangeran Madura, “Hai bocah, si Kacung itu tangkaplah. Jangan kalian takut.”
Namun para prajurit Madura takut dengan Raden Jimat. Setiap bertemu mereka menghindar. Ngabei Tohjaya segera maju bersama pasukan dari Lamongan menerjang barisan pasukan mancanagara. Yang diterjang hancur berantakan dan mengungsi ke belakang pasukan Panembahan Purubaya. Pasukan Lamongan terus mengejar.
Sementara itu Adipati Natapura bersama pasukan Surabaya menerjang barisan pasukan pesisir. Yang diterjang bubar berlarian. Banyak prajurit pesisir tewas dan terluka. Mereka sudah habis mengungsi tanpa bisa melawan. Seperti anak kecil mereka berlindung di belakang pasukan Kumpeni.
Pasukan Panembahan Purubaya kuat dan tangguh. Menempati bagian dada pasukan Panembahan berhadapan langsung dengan pasukan Kumpeni. Serdadu Kumpeni banyak yang tewas. Admiral bingung cara menghadapinya. Admiral lalu mengerahkan semua opsir dan mengambil meriam. Dari jarak agak jauh mereka menembak dengan meriam. Suara meriam seperti halilintar. Pasukan sayap sudah dikumpulkan ke tengah menyatu di bagian dada. Admiral khawatir jika Pangeran Purubaya mengamuk, maka selalu diberondong dengan meriam tak henti-henti. Pasukan mancanagara merasa terdesak dan melarikan diri. Perang hari itu terhenti oleh datangnya malam. Panembahan Purubaya mundur perlahan ke kota Madiun. Pasukan Kumpeni perlahan mengejar dengan menjaga jarak. Tampak pasukan Kumpeni seperti pengiring Pangeran Purubaya.
Malam itu Kyai Adipati Mangkupraja mengirim surat kepada Raden Ayu Rangga. Isi surat menghimbau agar Raden Ayu Rangga pulang ke Kartasura. Jangan sampai Raden Ayu Rangga ikut-ikutan celeng kumal yang hendak melawan Sang Raja. Raden Ayu Rangga merasa serba salah. Karena itu bermaksud mengikuti sang cucu Kangjeng Ratu Mas.
Pangeran Purubaya hanya satu malam berada di Madiun. Paginya Panembahan membawa pasukan ke selatan menuju Ponorogo, lalu bermarkas semalam di desa Kaweron. Satu hari bermalam, Panembahan membawa pasukan ke arah timur menuju Kediri. Pasukan Kumpeni terus mengejar perlahan-lahan, mengikuti ke manapun Panembahan pergi.
Pada malam itu Panembahan pergi dari Madiun, Raden Ayu Rangga memanfaatkan kesempatan itu dengan pergi ke arah barat. Yang membawa Malang Semirang. Mereka menuju Pamagetan. Raden Ayu Rangga Kaliwungu keluar Madiun bersama sang kakak Pangeran Natakusuma. Pangeran Natakusuma kemudian memisahkan diri bersama sang putra Raden Asmarakusuma. Kedua bermaksud menuju ke Pancot. Sesampai di Pancot mereka berdua malah dibegal orang desa. Keadaannya sungguh memprihatinkan.
Raden Ayu Rangga yang menuju Pamagetan sampai saat pukul tiga. Bersama Malang Semirang yang dulu bernama Gadingan, Raden Ayu Rangga sudah berkumpul dengan Kanjeng Ratu Mas. Para pengiring Raden Ayu Rangga yang ikut adalah Raden Ayu Serang dan Mas Ayu Garwakanda. Sedangkan punggawa pria yang mengawal adalah Anggaleksana, Anggatruna, Secalegawa dan Mas Gindi. Juga Anggatruna, Anggadiwangsa, Reksatruna dan Samad. Raden Ayu Rangga kemudian dititipkan di waduk. Sesampai di waduk ada utusan Adipati Jayaningrat yang datang menjemput, namanya Rangga Tisnawijaya. Raden Ayu Rangga dan rombongan kemudian dibawa kepada Adipati Jayaningrat di Pringsakethi. Lalu diserahkan kepada Tuan Admiral dan Adipati Mangkupraja.
Adipati Mangkupraja kemudian memanggil Raden Arya Pringgalaya. Oleh Raden Pringgalaya Raden Ayu Rangga dan rombongan kemudian dibawa ke pondokan. Namun ketika membawa mereka Raden Pringgalaya tidak menyertakan pengawalan dari Kumpeni. Admiral marah dan mengepung pondokan Raden Pringgalaya. Raden Ayu Rangga kemudian dibawa kembali ke Madiun oleh Adipati Mangkupraja. Sesampai di Madiun datang perintah dari Kartasura meminta Kangjeng Ratu Mas agar dipulangkan ke keraton. Semua yang ikut dibawa sekalian. Punggawa yang ditugaskan membawa adalah Rangga Tohjiwa, Ngabei Sutanagara dan Ngabei Warung. Singkat cerita mereka sudah sampai di Kartasura, lalu Raden Ayu Rangga dibawa masuk ke dalam puri.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/09/27/babad-tanah-jawi-121-raden-jimat-putra-dari-madura-bergabung-dengan-sultan-ibnu-mustapa-di-madiun/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar